Amandemen, Alat Elite Bertransaksi

Tony Rosyid
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

ELITE politik makin jauh dari aspirasi dan harapan rakyat. Siapa elite politik itu? Mereka di antaranya yang duduk di eksekutif dan legislatif. Atau pengendali mereka. Mereka kerja sendiri sesuai kepentingannya. Lalu, dimana kepentingan rakyat? Tetap ada, tetapi kepentingan elite lebih utama.

Atas nama rakyat ramai hanya saat pemilu. Mendengarkan aspirasi rakyat terjadi hanya ketika kampanye. Selebihnya, agenda mereka seringkali bukan menjadi agenda rakyat.

Revisi UU KPK dan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang mendapat protes masif dan didemo oleh massa dari berbagai elemen bangsa, mulus-mulus saja. Alasan apa mereka mengesahkannya? Adakah kepentingan rakyat di situ? Anda pasti tahu jawabannya.

RUU HIP yang juga diprotes, hingga hari ini tidak dicabut keberadaannya di prolegnas. Seperti sedang menunggu di tikungan. Ada waktu yang tepat, bahas. Rakyat lupa, lanjut lagi. Sak karepmu dewe!

Sekarang, hangat isu amandemen. Lobi-lobi tingkat elite terus bergerilya. Sejumlah orang ngotot dan sedang cari dukungan. Kabarnya, sudah ada sepertiga anggota DPR yang siap mengusulkan. Syarat sudah terpenuhi.

BACA JUGA :  Pak Anies Dicintai Rakyat, Apa Buktinya?

Lobi masih terus dilakukan untuk menentukan apa saja yang akan diamandemen. Untuk sementara, ada tiga kompok. Pertama, kelompok yang tidak setuju dengan amandemen. Salah satunya PKS. Kedua, setuju amandemen tapi terbatas. Terbatas artinya tidak membahas periode jabatan presiden. Ketiga, setuju amandemen, tapi diperluas batasannya.

Bagaimana pendapat rakyat? Gak didengar. Giliran suara, dipakai. Giliran aspirasi, No Way.

Para elite rajin survei jelang pemilu. Kenapa untuk memutuskan UU yang akan menentukan nasib rakyat dan berpotensi mengubah struktur negara ini, tak ada survei? Elite politik gak nanya kepada rakyat: apakah rakyat setuju atau tidak terhadap amandemen ini.

Mestinya, tanya dulu kepada rakyat. Lakukan survei kualitatif dan juga kuantitatif. Kualitatif, tanya dan ajak bicara para akademisi, agamawan, tokoh masyarakat, LSM, dan orang-orang yang kempeten di bidangnya. Biarlah mereka memberi pandangan, gali pemikiran-pemikiran cerdas mereka. Tanya juga kepada rakyat secara umum melalui survei kuantitaf. Berapa persen yang setuju, dan berapa persen yang menolak. Jangan asal amandemen. Nafsu sekali untuk amandemen!

BACA JUGA :  Mahasiswa Geruduk DPR. Ah, Yang Bener?

Amandemen ini akan menjadi ajang para elite, terutama parpol untuk negosiasi. Buat kepentingan siapa? Ya kepentingan mereka lah. Gak mungkin untuk kepentingan emak lu.

Kalau sudah nego, ya liar. Siapa yang bisa kontrol? Civil society sudah makin melemah. Siapa yang menjamin kalau amandemen tidak merambah ke pembahasan presiden tiga periode? Meski Pak Jokowi sendiri tegas menolaknya. Siapa yang menjamin amandemen tidak digiring untuk mengubah jabatan presiden menjadi delapan tahun? Siapa yang menjamin amandemen tidak mengembalikan pemilihan presiden ke sidang MPR?

Intinya, amandemen kali ini akan liar. Sulit dikontrol dan dikendalikan Hukum yang berlaku adalah lu dapat apa, gue dapat apa. Fraksi-fraksi di DPR dan parpol akan bermanuver.

Di sisi lain, rakyat sedang menderita akibat dampak covid. Kenapa tidak prioritaskan saja dulu pada dua hal. Pertama, bagaimana covid ini segera berakhir. Kedua, bagaimana pertumbuhan ekonomi digenjot lagi, agar hutang negara kebayar, dan ekonomi rakyat berputar. Dua hal ini jika sukses, cukup membuat rakyat gembira.

BACA JUGA :  Golkar Ingin Rangkul Tokoh Kader Lama untuk Bangun Konsolidasi

Silahkan amandemen, tapi jangan sekarang. Entar setelah 2024. Setelah semua habis periodenya. Setelah situasi politik tidak lagi tegang.

Jakarta, 1 September 2021

Komentar