Tony Rosyid
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
FORMULA E itu ajang balap mobil bertarap internasional. Rencana semula diselengarakan tahun 2020. Covid-19 datang dan menyerang Indonesia, balap Formula E pun ditunda. Pro kontra muncul di DPRD DKI. Lalu, ada pihak yang ribut dan menyoal commitment fee. Dianggap hilang, dan Anies sebagai Gubernur dituduh merugikan negara.
BPK, lembaga resmi negara yang memiliki kewenangan menilai soal penggunaan anggaran, tidak mempersoalkan. Faktanya, Pemprov DKI Jakarta setiap tahunnya dapat WTP. Ini artinya, tak ada masalah dengan pengelolaan anggaran di DKI. Baik-baik saja, dan Wajar Tanpa Pengecualian.
Yang seringkali tidak dipahami bahwa ditunda, beda dengan dibatalkan. Kalau ditunda, artinya uang gak hilang. Kalau dibatalkan, baru rugi.
Anies, Gubernur DKI tegas menundanya. Kebijakan ini diambil untuk pertama, menghindari kerumunan yang berpotensi terhadap penyebaran covid. Kedua, memberi rasa empati kepada masyarakat yang terdampak pandemi.
Melalui ingub, ajang Balap Formula E akan digelar kembali tahun 2022. Rencana ini telah diputuskan oleh Gubernur DKI. Mengingat covid sudah melandai di DKI, diprediksi risiko penularan covid relatif bisa ditekan. Saat ini, Jakarta sudah zona hijau. Hampir 100 persen warga Jakarta telah divaksin. Ini artinya, Jakarta sudah mulai aman dari covid.
Lagi-lagi, kebijakan menggelar balap mobil Formula E ini dipersoalkan. Menunda Formula E dipersoalkan, bahkan dituduh menggelapkan uang negara. Sekarang ketika Formula E akan diselenggarakan, malah mau diinterpelasi. Orangnya ya itu-itu aja
Mestinya, ketika Formula E diselenggarakan, ini berarti bahwa uang comitment fee gak hilang. Tuduhan tahun lalu bahwa uang comitment fee hilang dan merugikan negara itu keliru. Tapi ketika Formula E positif akan diselenggarakan, kok mau diinterpelasi. Publik jadi bertanya-tanya: ini maunya apa? Cari panggung, atau mau jegal Anies?
Kalau masalahnya covid, tinggal bertanya dan minta keterangan ke Pemprov DKI. Soal covid, Jakarta sudah melandai. Silahkan adu data yang ada. Baru ini ilmiah, tidak emosional dan politis.
Kenapa Formula E selalu dipersoalkan? Ini lebih pada masalah politik dari pada masalah substansi. Intinya, selama yang menyelenggarakan Anies, dianggap gak bener. Coba gubernurnya bukan Anies, gak akan serumit ini. Masalahnya bukan di Formula E, masalahnya karena mereka tidak bisa menerima Anies. Apalagi kalau Anies makin populer. Ada pihak-pihak yang tak ingin Anies punya panggung besar. Sesimpel itu masalahnya.
Formula E ini balap mobil bertarap internasional. Baru kali ada di Jakarta, bahkan di Indonesia. Ini sangat strategis karena bisa jadi ajang promosi Indonesia, menarik investor maupun untuk memulihkan ekonomi setelah hampir dua tahun terkonstraksi karena pandemi.
Sewajarnya, karena ini ajang internasional dan baru pertama kali, juga punya potensi bagi pertumbuhan ekonomi, maka mesti didukung oleh semua pihak. Kenapa ada pihak-pihak yang berupaya menghalangi, bahkan mengusulkan interpelasi?
Publik secara umum membaca isu interpelasi terhadap Anies adalah bagian dari upaya sejumlah pihak menjegal Anies ke Pilpres 2024. Saat ini, nama Anies sedang melambung. Bahkan di dalam banyak survei, elektabilitas Anies berada pada posisi tertinggi. Ada pihak-pihak yang tak ingin Anies semakin naik pamornya. Jika balap Formula E terselenggara, ini bisa semakin menaikkan popularitas Anies. Dan selama ini, beberapa forum internasional yang dihadiri Anies, telah membuat nama Anies semakin harum.
Mari, semua anak bangsa, terutama para politisi, kita mesti bersikap negarawan. Utamakan kepentingan negara di atas semua kepentingan yang lain. Soal nantinya Anies akan semakin menarik simpati publik karena formula E, ya wajar karena Anies inisiator dan penyelenggarannya. Ikhlaskan saja. Itu bagian dari hukum alam, siapa yang bekerja, dia dapat upahnya. Jangan halang-halangi orang menikmati hasil keringatnya. Dholim!
Tidak boleh lagi negara dikorbankan untuk sebuah perseteruan politik. Kompetisi di dunia politik itu wajar dan bahkan bagian dari sebuah keniscayaan. Karena itu, kompetisi mesti difokuskan arahnya pada sesuatu yang bisa memberi keuntungan dan manfaat untuk bangsa dan negara. Bukan malah menghalangi orang-orang yang mau berkontribusi untuk bangsa dan negara.
Jangan jegal kerja rival politik kalau itu bermanfaat untuk bangsa. Buatlah program yang sepadan, bahkan lebih baik lagi, sehingga negara diuntungkan dan rakyat menikmatinya.
Jangan karena kita tak mampu membuat hal yang sama, lalu berupaya untuk menghalanginya. Ini bukan jiwa negarawan, tapi pecundang.
Banjarnegara, 20 Agustus 2021
Komentar