TILIK.ID — Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) telah menjuluki Jokowi sebagai The King of Lip Service. Julukan itu menjadi polemik di ranah publik. Mengiringi itu, sejumlah BEM perguruan tinggi se Indonesia ikut mendukung BEM UI.
Bahkan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (BEM STHI) Jentera, Renie Aryandani, mengatakan julukan The King of Lip Service dari BEM UI terlalu halus.
“Menurut saya sendiri, julukan The King of Lip Service justru terlalu sopan jika dibandingkan dengan tanggung jawab Pak Jokowi selama ini,” katanya dalam diskusi daring, Sabtu (3/7).
Dia menilai, janji manis Jokowi justru teralisasi menjadi melemahkan terhadap Komisi Pemberatansan Korupsi (KPK), juga pengabaian terhadap pelanggaran HAM. Atau bahkan Jokowi justru menjadi aktor pelanggar HAM itu sendiri semata untuk mengeksploitasi SDA dan tenaga kerja.
“Presiden Jokowi melegalkan segala cara seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan digambarkan adil. Padahal terdapat penyelundupan hukum di dalam, untuk siapa, ya, untuk oligarki,” kata dia.
Renie mencontohkan bahwa gerakan mahasiswa dan kelompok lainnya dulu menentang Revisi Undang-undang KPK, bahkan sampai memakan korban jiwa. Namun, Jokowi tidak mendengarkan aspirasi masyarakat dan membiarkan Undang-undang KPK itu disahkan.
“Ketika dia membiarkan itu terjadi terus menerus, kenapa kami tidak memberi julukan lain. Kalau Soekarno adalah Bapak Proklamator, Soeharto adalah Bapak Pembangunan, enggak salah kalau kami kasih julukan Presiden Jokowi sebagai Bapak Oligarki Indonesia,” katanya.
Dia menilai Presiden Jokowi punya kepentingan oligarki sehingga gerakan demokrasi dibungkam. Renie melihat peristiwa itu terjadi di berbagai sektor, seperti masyarakat adat, buruh, petani, mahasiswa, dan sebagainya. Bahkan ketika kelompok tersebut bersuara, seketika itu pula dibungkam dan dibentengi aparat keamanan TNI-Polri.
Renie menyebut, tidak sedikit pihak yang sudah mengingatkan Jokowi atas sejumlah kebijakan yang dinilai hanya menguntungkan oligarki. Namun, menurutnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu justru seakan membiarkan kebijakan tersebut terjadi.
Maka dari itu, ia berpendapat Jokowi perlu julukan lain, yakni Bapak Oligarki Indonesia.
“Kalau Soekarno adalah Bapak Proklamator, Soeharto adalah Bapak Pembangunan, gak salah ketika kita kasih julukan Presiden Jokowi sebagai Bapak Oligarki Indonesia,” imbuh Renie. (als/fin)
Komentar