Maaf Tuan Presiden, Kami Rindu Mudik Bukan Faktor Makanan Apalagi karena Bipang

Oleh: Ahmad Khozinudin
(Sastrawan Politik)

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, menjelang Lebaran yang masih dalam suasana pandemi, pemerintah melarang mudik untuk keselamatan bersama. Jokowi pun mengajak masyarakat untuk membeli makanan lokal pada musim mudik 2021.

“Untuk bapak ibu dan saudara-saudara yang rindu kuliner khas daerah atau yang biasanya mudik membawa oleh-oleh tidak perlu ragu untuk memesannya secara online,” kata Jokowi dalam video yang yang disiarkan di stasiun televisi swasta, yang viral di media sosial (medsos), khususnya Twitter, Sabtu (8/5).

Presiden Jokowi, bahkan ikut meng-endorse bipang (babi panggang) Ambawang, yang tentunya bagi seorang muslim haram untuk mengkonsumsinya.

“Yang rindu makan gudeg Yogya, bandeng Semarang, siomai Bandung, pempek Palembang, bipang ambawang (babi panggang) dari Kalimantan, dan lain-lainnya, tinggal pesan,” ungkap Presiden Jokowi.

Penyebutan bipang ambawang ini tentu saja menyakiti hati umat Islam. Sebab, Lebaran Idul Fitri yang sebentar lagi datang adalah lebaran umat Islam, dimana didalamnya ada tradisi lebaran dirayakan dengan menyiapkan beragam makanan sebagai suguhan bagi tamu yang datang.

BACA JUGA :  Ketika Cicit H Sholeh, Mayliza Salwa, Duduk di Sebelah Gubernur

Presiden telah gagal menyelami suasana kebatinan umat Islam, karena itu kepada Tuan Presiden Joko Widodo kami sampaikan kepada Anda:

Pertama, Anda sebenarnya telah cacat moral melarang mudik dengan alasan pandemi, sementara Anda sendiri melanggar protokol kesehatan dengan membuat sejumlah agenda yang menimbulkan kerumunan.

Anda juga menjadi tak layak diambil sebagai teladan, karena di tengah kebijakan melarang mudik Anda membiarkan TKA China berdatangan dengan mengizinkan membuka rute penerbangan Jakarta – Wuhan, kota asal muasal virus Covid-19.

Sudah terlalu banyak kebijakan yang Anda buat tidak konsisten, mencla mencle, isuk dele sore tempe. Rakyat Anda pasung dengan isu pandemi, sementara mal, pusat belanja dan pariwisata, Anda biarkan bebas beroperasi.

Kedua, kami mudik rindu kampung halaman, rindu emak, rindu bapak, rindu adik dan kakak, rindu teman SD, rindu sanak famili, rindu segala hal tentang masa lalu kami. Dengan mudik, semua itu terobati karena saat mudik semua berkumpul di kampung.

Kalau pulang bukan saat lebaran, kampung sepi, rindu kami kepada sejumlah teman SD, teman SMP, teman STM, rindu sanak famili, rindu segala hal tentang masa lalu kami, tidak mungkin terobati.

BACA JUGA :  Makna Qurban Otentik: Solidaritas Sosial!

Jadi, makanan hanya salah satu faktor saja. kalau cuma rindu makanan, di Jakarta kami bisa dapatkan makanan apapun dari citra seluruh Nusantara, dari gudeg Jogja hingga rendang Padang. Tapi bukan itu tuan Presiden, kami rindu rendang bikinan emak, menikmatinya disamping emak, sambil merasakan semilir sejuk angin kampung, jauh dari kebisingan kota Jakarta, serta sesaat bisa melepaskan kejengkelan pada janji janji palsu tuan Presiden.

Ketiga, ini hari raya Idul Fitri, bukan Imlek atau Natal. Apa urusannya Tuan Presiden minta kami pesan Bipang Ambawang (babi panggang) ? Kami menghormati non muslim yang mengkonsumsinya, tapi kami tak habis fikir bagaimana mungkin ada seorang Presiden yang beragama Islam mengajak rakyatnya yang mayoritas muslim mengkonsumsi babi? Dan itu dilakukan saat menjelang hari raya Idul Fitri?

Sudah. Sudah Tuan Presiden, stop menyakiti hati kami umat Islam. Anda telah gagal menyejahterakan kami, jangan menambah kemarahan dengan melukai hati kami. Kami tak ingin, berlebaran dengan memendam dendam atas ucapan Anda yang tidak berempati kepada nasib kami.

BACA JUGA :  Jakarta International Stadium dan Mereka yang Tak Terlihat Kamera

Komentar