TILIK.ID — KRI Nanggal 402 dinyatakan gugur di perairan Bali bersama 53 awaknya pada Ahad (25/4/2021). Banyak hal terungkap terkait peristiwa gugurnya kapal selam jenis cakra serbu ini.
Hal itu terungkap pada tayangan Podcast Akbar Faizal Uncensored (AFU) yang disiarkan Jumat malam pekan lalu. Akbar Faizal menghadirkan tiga narasumber yang berkompeten.
Narasumber pertama adalah mantan KSAL dan juga mantan Menkopolkam RI Jenderal Tedjo Edhy Purdijatno. Yang kedua mantan Komandan KRI Nanggala 402 tahun 1993-1995 Laksamana Madya Didi Setyadi, dan yang ketiga Kolonel Laut Ajie Soelarso, mantan kepala mesin KRI Pasopati.
Untuk Didi Setyadi, Akbar Faizal mendahului dengan data kondisi KRI Nanggala 402. Kapal selam jenis serbu ini diproduksi pada tahun 1977 dan mulai dioperasikan TNI AL pada 1981.
“Kapal ini sangat berjasa dalam memperkuat armada AL kita, termasuk saat ada masalah dengan Malaysia soal Ambalat. Kapal ini seberapa tangguh sih sebenarnya?” tanya Akbar Faizal kepada Didi Setiadi.
“Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih. Yang kedua saya mengucapkan Innalillahiwainnalillahirojiun. Saya sangat sedih. Sedih sekali mengapa terjadi seperti itu,” kata Didi mengawali diskusi.
Didi menjelaskan, Jerman adalah negara pembuat kapal selam tangguh pada perang dunia kedua. Made in Jerman itu luar biasa, termasuk Kapal selam yang kita punya yang 209. Punya dimensi yang kuat, punya terpedo delapan. Terpedo USD. Terpedo yang terkendali.
“Dengan kapal itu, kita bisa melaksanaka tugas dengan senyap. Betul-betul senyap. kita mampu berlayar dalam kondisi apapun. Cuma kita harus berlayar di laut yang jangan terlalu dangkal. Justru harus di laut dalam,” katanya.
Kapal ini, kata mantan Komandan KRI Nanggala 402 ini, melakukan latihan-latihan seminggu 2 kali. Dipanasi, dicek seluruh komponennya. Ada namanya buka cek peralatan setiap Senin dan Kamis.
“Untuk tiap harinya tergantung bagian masing masing. Kita mengecek semua alat, termasuk menyelam, mengecek kedap udara, pengisian tangki pemberat yang ada enam. Kita cek semua, dan semua prosedur kita terapkan setiap seminggu dua kali secara rutin,” kata Didi.
Namun menurut Akbar, pemeliharan dan pengecekan rutin adalah hal biasa dan menjadi sebuah mekanisme disiplin yang diterapkan di semua matra TNI kita. Namun adakah masa pakai atau masa edar sebuah kapal selam bersenjata?
“Masalahnya, kalau diproduksi pada tahun 1977 maka usianya saat ini sudah 40-an tahun. Nah dengan itu, sebenarnya Nanggala masih layak atau tidak?” tanya Albar Faizal.
“Kelayakan itu sangat ditentukan oleh tiga hal. Maintenance, repair, dan overall. Maintenace kita lakukan di Nanggala, ada repair by device. Ada rusak kita ganti yang modern,” kata Didi.
Suku cadang yang diganti itu, kata Didi lagi, asli semua. Tidak lagi menggunakan suku cadang tahun 80-an. Teknologi peralatannya pun sudah dimodifikasi menjadi modern, termasuk battery.
Di tempat yang sama, Ajie Sularso mengatakan, dari segi teknologi ada dua. Teknologi kapal selam dengan platformnya sendiri dan teknologi sistem persenjataan. Karena Indonesia tidak nenganut persenjataan nuklir, maka maka mau tidak mau harus menggunakan sistem berbasis batterai.
“Negara tetagga Singapura lebih maju, sudah advance meski sama-sama sistem batterai. Dia bisa menyelam, diesel jalan dan bisa internal combation, sehingga lebih lama menyelam dengsn oksigen yang banyak,” kata Ajie.
Persamaan dengan kapal selam Singapura ada di sistem batterainya, baterainya sama, pendorongnya sama. Bedanya ada di profile badan kapal.
“Di Nanggala ini seperti kapsul karena menggunakan teori teknologi tearsdrops. Depannya bulat, belakangnya ramping, sehingga sistem hydro dinamiknya lebih bagus. Kalau di Pasopati tidak. Depannya agak langsing sehingga lebih safety,” ujarnya.
Saat ini kapal selam tidak menggunakan sekat-sekat ruangan lagi. Kapal selam modern tinggal menggunakan tingkatan-tingkatan ruangan. Kenapa berubah, karena mengikuti sistem teknologi hydro dinamic modern.
“Tapi intinya sama. Pada waktu kapal itu mau menyelam dan mau timbul, itu menggunakan teori Archimedes. Kapal akan tenggelam jika berat jenis kapal lebih berat dari air,” katanya.
Akbar Faizal bertanya, berdasarkan pengetahuan kita tentang teknologi kapal selam, sebenarnya apa yang terjadi pada Nanggala 402 kita yang sampai tenggelam? Apa yang bisa kita pahami tentang kejadian Nanggala ini?
“Kalau menurut saya ya berdasarkan alasan rasiional kita, ini adalah accident. Kecelakaan. Ada satu failure, failure itu kita tidak menyalahkan pihak, karena terbukti sebelumnya kapal ini sudah melakukan penyelaman di utara Madura menuju lokasi,” katanya.
Jadi, menurut Ajie Soelarso, prosedur sudah benar, sudah berangkat dari pangkalan, sudah dicek peralatan dan kelayakan. Sudah menyelam dan bergerak.
“Yang bisa jadi, pada saat jalan terjadi masalah, misalnya ada cacat, sehingga sipapun komandannya tidak akan berani bertaruh nyawa. Terbukti bisa menyelam dengan dinamis di utara Pulau Jawa,” katanya.
Menurut dugaan Ajie, yang mungkin terjadi sehingga Nanggala 402 tidak selamat, adalah saat pembebanan tangki air diisi yang tidak seimbang, terutama di grup paling depan, sehingga tangki pemberatnya di depan lebih berat.
“Saat katup pengisian lainnya dibuka, tangki depan terlanjur lebih berat, sehingga kapal nukik. Jika kapal nukik terlalu cepat, dan sudutnya sudah di atas 45 derajat misalnya, personil sudah berantakan,” katanya.
Kapal akan dengan cepat menukik dan bablas sehingga tidak bisa terkontrol lagi. Kalau dibilang tejadi black out, kata Ajie, tampaknya tidak. Karema lampu indikator tetap menyala sampai hilang.
“Menurut saya awak tidak sempat lagi nenyembamgkan kapal, karena terlalu cepat menukik. Itu saya kira alasan rasional yang membuat tidak terkendali lagi,” sebut Ajie.
Sebagai host, Akbar Faizal juga mempertanyakan kapasitas oksigen dalam KRI Nanggala 402. Menurutnya, dari keterangan Mabes TNI, oksigen di Nanggala bisa bertahan sampai 72 jam. Karena hilang kontak pada 21 April dan ditemukan kapal pada 25 April, maka apakah bisa dikatakan awak kehabisan oksigen?
Menurut Ajie Soelarso, kapal akan memproduksi oksisgen, namun jika kehabisan maka ada cadangan berupa semacam catridge atau cadangan CO2. Alat ini mengikat unsur C-nya sehingga bisa menghasilkan O2.
“Namun yang tejadi kapal sudah nyungsep, dan terbelah sampai di dasar laut dengan cepat,” kata Ajie.
Ahli mesin kapal selam ini juga menerangkan sedikit tentang daya tahan sebuah kapal selam. Berdasarkan metalogi, sebuah kapal selam memiliki sambungan di bodi dan dindingnys. Sambungan itu merupakan hasil pengelasan.
Kapal-kapal baru pun dibuat dengan ketebalan plat dan sambungan las yang bisa tahan tekanan air. Rata-rata ketebalan plat kuat. Namun yang rawan adalah las sambungan plat bodi kapal.
“Di kedalaman 300 meter ketebalan plat tidak masalah. Yang jadi masalah adalah seberapa kuat las nya. Karena tekanan air ledalaman 300 meter itu mencapaai 300 bar yang menekan las sambungan,” katanya.
Nanggala jika insidennya adalah karena nyungaep oleh ketidak seimbangan, menurut Ajie, hanya dalam hitungan 0, sekian menit sudah sampai di kedalam 300 meter. Di situlah kemudian kapal retak, masuk air dan terbelah sampai di dasar 838 meter.
Jenderal Tedjo Edhy Purdijatno yang menjadi pembicara ketiga menyatakan juga turut berduka atas gugurnya KRI Nanggala beserta prajuritnya. Sangat bersedih kehilangan prajurit terbaik.
“Saya sebagai mantan pimpinan Angkatan Laut dan anggota kehormatan kapal selam RI ikut berduka atas gugurnya prajurit terbaik. Soal kapal itu masih layak atau tidak, itu tergantung pada perawatannya,” katanya.
Kalau perawatan itu dilaksanakan dengan baik, dan peralatannya baik, Tedjo Edhy meyakini masih baik. Yang dikhawatirkan adalah seandainya ada alat yang sudah tidak sesuai aslinya, mungkin tidak seperti ini jadinya.
Akbar Faizal memperlihatkan data kekuatan Angkatan Laut RI. Melihat fakta bahwa RI adalah negara maritim, negara dengan laut yang luas, dengan 5 kapal selam di mana 1 sudah tenggelam, bisakah TNI menjaga kedaulatan laut kita?
Menurut Tedjo Edhy, idealnya kita harus memiliki kapal selam minimal satu skuadrom atau 12 sampai 16 kapal. Tedjo mengakui kekuatan kapal RI tidak cukup. Singapura dengan wilayah kecil memniliki 4 kapal selam. Sama dengan jumlah milik TN AL.
Tedjo pun mengakui minimnya anggaran pertahanan dan perawatan alutsista Indonesia. Dari ratusan triliun anggaran untuk TNI yang dibagi 5 angkatan, TNI Al terbesar kedua setelah TNI AD.
Tedjo, Edy berharap kondisi tidak ideal ini harus bisa diatasi pelan-pelan menuju yang ideal. Masalah prioritas dan anggaran menjadi faktor tertentu bagi penguataan angkatan kita.
Simak pandangan-pandangan mantan Menlopolkam era Presiden SBY iru pada tayangan AFU ini:
(lms)