SMRC Meneror Publik Agar Menjauh dari Politik dan Ajaran Agama Islam

Ahmad Khozinudin
(Sastrawan Politik)

PUBLIK sudah paham, lembaga survei hari ini bukan bertugas memotret peristiwa, tetapi telah berubah menjadi alat kekuasaan untuk membingkai perisitiwa. Lembaga survei bukan memotret preverensi publik, tapi mengarahkan (menggiring) arah preverensi publik.

Tupoksi lembaga survei yang melakukan ‘Framing Opini’ berdalih survei khususnya sangat kontras terlihat jika aspek yang disurvei bertalian erat dengan penguasa. Lembaga survei telah berubah menjadi corong kekuasaan, semir kekuasaan, kadangkala menjadi bedak-bedak kekuasaan.

Hari ini, Lembaga survei akan dimaki publik jika mengabarkan survei yang menerangkan publik puas dengan kinerja rezim. Tanpa perlu berfikir dalam, siapapun pasti akan mampu mengatakan bahwa kinerja rezim di segala bidang sangat buruk.

Ekonomi ngesot, utang menggunung, koruptor dibebaskan, rakyat terkena bencana diabaikan malah sibuk kondangan, aset dan tambang dikuasai asing, serbuan TKA China, pembegalan Partai Politik, pembelahan cebong kampret, dan berbagai soal lainnya adalah prestasi buruk rezim yang sulit dipoles dengan bedak survei.

Karena itu, Lembaga survei tidak ada yang berani bersikap konyol, mengabarkan survei bahwa kinerja rezim baik, memuaskan rakyat, dan yang semisalnya. Kalau berani masuk ke ranah ini, sudah pasti kredibilitas lembaga survei akan rontok, dan apapun yang dikabarkan lewat survei tidak akan digubris publik.

BACA JUGA :  Menjadi Negara Produsen

Karena itu, saat ini dibutuhkan survei yang hasilnya akan menakut-nakuti rakyat, menjauhkan rakyat dari politik, menjauhkan rakyat dari ajaran agama Islam. Sebab, yang mengkhawatirkan rezim bukan hanya kegagalan mengelola kekuasaan dan pemerintahan, tetapi juga kritik publik atas realitas kegagalan.

Narasi survei yang seolah-olah mengabarkan rakyat takut politik, rakyat takut berinteraksi dengan organisasi dakwah, rakyat takut menjalankan kewajiban dakwah amar maruf nahi mungkar sebagai ajaran agama Islam, memiliki satu tujuan: Agar kegagalan dan kezaliman rezim tidak ada yang mengkritisi, agar rezim tidak khawatir akan terdelegitimasi yang menjadi konsekuensi kezalimannya.

Sederhananya, meskipun rezim zalim dan gagal, rakyat tetap diam dan bungkam. Rakyat ditakut-takuti dengan politik, ditakut-takuti dengan ajaran Islam, ditakut-takuti dengan organisasi Islam, baik melalui isu terorisme, radikalisme, atau ektremisme.

Hal inilah yang bisa kita baca dari simpulan survei yang dirilis SMRC (Syaiful Mujani Research and Consulting). Tak ada angin dan tak ada hujan, lembaga ini mengaitkan FPI dan HTI dengan latar kejadian sejumlah penangkapan terorisme.

BACA JUGA :  Geisz Chalifah Semprot Butet: Kalau Katarak ke Dokter, Bukan Ngoceh

Lembaga ini juga mengabarkan adanya ketakutan publik terhadap politik, ajaran agama (baca Islam) dan organisasi Islam. Padahal, saat ini yang tersisa yang tetap aktif memberikan kontrol kepada kekuasaan yang zalim adalah umat Islam, ajaran dakwah amar makruf nahi mungkar, serta gerakan ormas Islam yang memang konsisten menyuarakan kebenaran bukan karena mengincar kekuasaan.

Saya tidak mempedulikan soal metode survei, sebab untuk memframing orang suka miras, disurveilah para pemabuk, bukan santri pondok pesantren. Simpulan hasil survei bisa dikondisikan, dengan menetapkan metode dan responden yang dipilih. Tak ada yang tau, siapa sesungguhnya yang disurvei, suka suka lembaga survei. Jadi, kalau yang di survei semua warga cebong, juga tak ada yang tahu.

Namun, simpulan survei SMRC jelas ingin meneror publik agar takut politik, takut ajaran Islam, takut organisasi Islam, takut melakukan dakwah amar makruf nahi mungkar, dan mengarahkan agar publik tetap diam dan bungkam meskipun dizalimi rezim. Sebuah pengkondisian psikologi publik model baru, setelah mustahil mengkondisikan publik puas dengan kinerja rezim Jokowi.

BACA JUGA :  AMIN Jangan Terjebak Quick Count Lembaga Survei, Tunggu Real Count

Survei yang semacam ini tidak perlu dipercaya, cukuplah untuk dikesampingkan. Survei semacam ini, hanyalah mengarahkan rakyat diam meskipun ditindas oleh kezaliman.

Katakan: Kami tidak takut politik, kami tetap akan berdakwah sebagai kewajiban agama, Kami akan terus melawan setiap inchi kezaliman, dan kami akan bergandengan tangan dengan seluruh organisasi Islam untuk terus berjuang melawan kezaliman, agar negeri ini menjadi negeri yang Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghafur.

Komentar