MUI: Kearifan Lokal Jangan Menjadi Alasan Melegalkan Investasi Miras

TILIK.id, Jakarta — Undang-undang Cipta Kerja telah diberlakukan. Aturan turunannya pun, sudah dikeluarkan. Namun peraturan presiden yang membolehkan investasi pada industri miras mendapat protes.

Meski dalam peraturan itu hanya dibolehkan untuk empat privinsi dengan alasan kearifan lokal, namun dianggap dampaknya lebih buruk dibannding sekadar investasi.

Karena itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat M Cholil Nafis menyatakan bahwa kearifan lokal tidak bisa dijadikan sebagai dalih untuk melegalkan minuman keras (miras).

“Tidak bisa atas nama kearifan lokal atau sudah lama ada, maka dipertahankan,” kata Cholil kepada wartawan di Jakarta, Senin, menanggapi kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri minuman keras beralkohol di empat provinsi.

Keempat provinsi itu adalah Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Alasan membuka investasi miras untuk kempat provinsi ini adalah kearifan lokal.

“Saya secara pribadi menolak terhadap investasi miras meskipun dilokalisir menjadi empat provinsi saja,” kata Cholil Nafis.

Cholil berpendapat pembukaan industri miras akan memberikan keuntungan kepada segelintir orang namun akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan rakyat.

BACA JUGA :  Dipenjara karena Menolak UU Ciptaker, Syahganda Minta Jokowi Merehabilitasi Namanya

“Saya pikir harus dicabut kalau mendengarkan pada aspirasi rakyat, karena ini tidak menguntungkan untuk masa depan rakyat. Mungkin untungnya bagi investasi iya, tapi mudaratnya bagi investasi umat,” kata dia.

Dia mengatakan, masalah miras ini sangat rumit. Karena dilarang saja masih beredar, dicegah masih lolos. Apalagi dengan melegalkan eceran di empat provinsi akan menyebar ke provinsi lain.

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas juga mengkritik kebijakan pemerintah membolehkan industri minuman keras.

“Kebijakan ini tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi,” kata dia.

Ia memandang kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri miras lebih mengedepankan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat.

“Fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan kemafsadatan bagi rakyatnya,” katanya.

Saperti diketahui, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021, industri minuman beralkohol dan minuman keras beralkohol merupakan bidang usaha yang bisa diusahakan oleh semua penanam modal yang memenuhi persyaratan.

BACA JUGA :  M Rapsel Ali: Institut Lembang 9 Adalah Rumah Besar Kita

Dalam lampiran peraturan presiden yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu disebutkan, penanaman modal baru untuk industri minuman keras mengandung alkohol dan minuman mengandung alkohol bisa dilakukan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. (lmb)

Komentar