by: Ludiro Prajoko
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
KASUS korupsi Bansos, munyeret Puan Maharani. Ia diduga menerima sejumlah uang dari Juliari melalui seorang perempuan stafnya. Juga Gibran. Ia diduga berperan memberikan rekomendasi kepada Sritex, perusahaan yang memroduksi goodie bag.
Gibran membantah. Tapi, persoalan ini tidak bisa dianggap selesai dengan memberikan klarifikasi dan bantahan melalui youtube. Adapun Puan, sejauh ini cenderung diam.
Kasus korupsi skala besar memang berungkali terjadi. Kuat dugaan aktifitas korupsi itu terstruktur, sistematis, kolektif-kolegial. Melibatkan sejumlah orang penting dalam suatu jaringan yang menyerupai organisasi gangster atau kartel narkoba Colombia. Sensitif dan penuh sandi.
Tak salah bila, korupsi Bansos itu, tak masuk akal sebagai inisiatif dan kreatifitas murni Menteri Sosial Juliari, untuk dinikmati sendiri. Apalagi, Tempo menunjukkan: Korupsi Bansos Kubu Banteng. Juliari memang Wakil Bendahara Umum PDI-P.
Mengingat kasus korupsi e-KTP. Khalayak yakin sujamlah orang terlibat. Tapi, Setnov seorang yang diganjar penjara. Boleh jadi, Juliari bakal menemui nasib serupa. Perlukah Juliari dibela? Bukan agar Juliari tak diganjar penjara. Membela Juliari sebuah upaya penting mendorong tegaknya keadilan. Pesan pokok membela Juliari: memastikan siapa saja yang terlibat dalam korupsi Bansos, diperlakukan sama didepan hukum.
Mungkinkah FPI tampil membela Juliari, menegakkan prinsip equality before the law? Dengan penuh rasa empati atas musibah beruntun yang merundung FPI: pembunuhan secara keji terhadap 6 anggotanya, penahanan IB HRS, persoalan hukum yang dihadapkan kepada sejumlah pengurus, gugatan atas tanah Mega Mendung, …. Seyogianya, FPI konsolidasi menyiapkan aksi membela Juliari. Mengapa hal itu penting dilakukan?
Juliari non muslim. Pembelaan FPI kepada Juliari menjadi penanda FPI bukan kelompok ide tertutup, terfokus pada isu agama. FPI bergerak untuk kebenaran, keadilan, kemanusiaan. Seorang kafir sekalipun, bila diperlakukan tidak adil, tak mengindahkan peri kemanusiaan, wajib dibela.
Patut diduga, ada kekuatan besar sedang beroperasi untuk mendorong Juliari sebagai korban tunggal serta, menyelamatkan para pelaku lain yang terlibat. FPI perlu mengambil bagian didepan barisan penghadang kekuatan itu.
FPI juga perlu menerobos, keluar dari perangkap: Radikal-Intoleran. Aspirasi dan tuntutan FPI sejauh ini, mudah dicap dan dimasukkan kedalam perangkap itu. Dalam domain itu, aparat seolah memiliki mandat kuat untuk menghantam FPI secara keras.
Membela Juliari berarti memastikan dan memback up KPK menegakkan hukum setegak-tegaknya, terhadap siapa saja yang diduga kuat terlibat kasus korupsi Bansos. Keterlibatan Puan dan Gibran dalam program korupsi Bansos, sesuai pernyataan Juliari, sudah seharusnya menjadi pintu masuk meradikalisasi penegakan hukum, menunjukkan intoleransi ekstrim terhadap setiap bentuk ketidakadilan.
Boleh jadi, KPK dan HRS sedang menunggu FPI beraksi.
Komentar