Anies: Tegangan Dinamis

by: Ludiro Prajoko
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

INDONESIA tak melulu kabar buruk: korupsi berderajad ugal-ugalan, nyawa manusia tak lebih bergarga dari sepasang sepatu merk Bata, demokrasi akal bulus, aparat membunuh layaknya membuang ingus, ….. Aneka tanda seolah bangsa ini masih hidup bergelantungan di pohon: primitif.

Ada juga kabar baik, dari DKI datangnya: simpang lima-kawasan Senen selesai dipugar-tata. Nampak nian elok. Juga kawasan Monas, Tanah Abang, ….. Jakarta telah berubah. Lebih indah, rapi, asri, moderen. Gubernur Anies menegaskan pendekatan kolaboratif multi pihak terkait pembangunan Kampung Akuarium yang dulu digusur.

Perubahan itu tentu tak bisa ditangkap pikiran amburadul: menatap Jakarta bukan sebagai soal pembangunan-konsep dan kebijakan mengelola sebuah megapolitan, tapi sekedar siasat berkuasa dengan narasi megapolutan.

Hari memang tak berhenti berganti. Menggelinding dengan kecepatan tetap. Menyeret 2022 semakin dekat. Dan, politik tak tunduk pada hukum dilatasi waktu. Dua puluh dua dua, tahun penuh gairah, khususnya bagi warga DKI. Mereka dijadwalkan berpesta pemilihan gubernur.

Sejauh kemampuan nalar manusia, Anies dapat dipastikan tampil sebagai petahana. Tentu ada kemungkinan kalah. Tapi, besar kemungkinan bakal menang. Ia memang layak dipandang sebagai Gubernur DKI yang fenomenal setelah Bang Ali.

Teoritis, lebih berat mengalahkan petahana. Lebih-lebih, bila sang petahana, terbukti secara meyakinkan layak diacungi dua jempol. Satu jempol untuk integritas pribadi sebagai pemimpin dan, satu jempol untuk prestasi yang dicapai selama memimpin. Lain soal bila tanda jempol dikirimkan melalui WA. Bisa dijajar sekehendak hati.

BACA JUGA :  Kebenaran Segera Terkuak, Kejahatan Politik kah?

Agenda 2022 sangat krusial, karena, bila tak meleset, Anies, juga kubu lawan, sesungguhnya bersiap untuk 2024. Malah, khalayak sudah memerhitungkan itu, ketika pasangan Anies-Sandiaga maju pada Pilgub lalu. Dapat dimengerti, bila, banyak yang meradang. Lalu, sekuat tenaga, menghadang.

Maka, dapat dimengerti, selama Anies menjabat, sampai akhir masa jabatannya nanti, Jakarta tak memiliki cukup waktu untuk istirahat dari keriuhgaduhan, akibat: ‘Anies dalam jarak tembak’.

Sebagai Gubernur, sudah semestinya memiliki kebutuhan untuk dan, harus dikritik. Anies tampaknya juga memaklumi, politik dan jatuh cinta, keduanya membawa resiko: patah hati. Tentu sangat menyakitkan.

Dalam kaitan perilaku politik Indonesia dewasa ini, hal menarik dan kontribusi penting Anies: tampil sebagai *tegangan dinamis* . Menyediakan dirinya dihajar, demi (khususnya) kebaikan warga juga pemerintahan provinsi DKI. Hal yang layak menjadi harapan baik bagi perpolitikan Indonesia ke depan.

Tegangan dinamis itu hanya mungkin diperankan secara sadar, atas dasar keyakinan dan kesanggupan mengembalikan politik pada posisi semestinya: instrumen tak terelakkan untuk mewujudkan kebaikan bagi publik dan republik ini. Pasti membutuhkan ilmu, kepekaan moral, keterampilan sosial, pergulatan yang intens dalam dunia sosial, catatan hidup, …. yang mengerucut pada kualitas diri yang tak diragukan.

Tegangan dinamis memiliki dua sisi yang menyatu: konsekuensi praktis (senantiasa diserang dari berbagai arah). Respon efektif (tanggapan verbal yang santun, menunjukkan bukti tak terbantah, serangan balik yang konstruktif, ….). Virus tegangan dinamis perlu disebar sebagai wabah yang menyerang sistem dan praksis politik Indonesia.

BACA JUGA :  Malik Fajar, Sang Manajer

Hal yang tak mudah dilakukan: mencerna setiap serangan lawan sebagai hal baik. Serta, tak merisaukan kata pepatah: _seribu teman terlalu sedikit, seorang lawan terlalu banyak_ . Karena, lawan memang, siapa saja, yang menugaskan dirinya untuk memusuhi. Muncul dari atau mukim dimana saja: istana, gedung DPRD, kantor Parpol, café dan resto, apartemen. Tak bisa dicegah.

Tegangan dinamis selalu harus mengedepankan kemampuan mengubah lawan menjadi teman. Selebihnya, mengandalkan kemajuan kewarasan nalar lawan, yang diharapkan berangsur pulih.

Tegangan dinamis memang upaya menguras prasangka dan kehendak hati yang jahat dari kehidupan politik. Tidak berarti: siasat, pertikaian, polemik politik berhenti atau hilang. Tapi, semua itu mesti berlangsung secara bermartabat dan ilmiah. Terlebih bagi orang Jakarta.

Anies sebagai tegangan dinamis, senantiasa harus lincah tanpa mengurangi kepekaan terhadap segala yang memelesetkan. Sejuah ini, lolos dengan baik. Paling tidak, terkait pertikaian kebijakan PSBB. Pusat berperspektif ( _recovery_ ) ekonomi, DKI (isolasi) pandemi. Pusat akhirnya mengakui: _recovery_ ekonomi tak mungkin seiring pandemi yang terus merajalela.

Disusul kecaman: Jakarta amburadul! Ungkapan yang menampung pengertian: tak karu-karuan, tak terurus, morat-marit, …. Kecaman itu mudah dimengerti, karena sudah dikosongkan dari pemikiran-konsep dan data. Video _Jakarta Baru_ yang bertebaran di youtube menjawab kecaman itu.

BACA JUGA :  Pancasila Lahir Untuk Siapa?

Gubernur Anies tak berkomentar. Mungkin karena itu, memeroleh penghargaan internasional terkait urusan transportasi kota. Gubernur bukan hanya Anies, sebelumnya juga! Kata juru bicara yang tak diperpanjang kotraknya. Belakangan, bersama Gubernur Tokyo, Anies menjadi wakil ketua _Steering Committee_ C40, untuk urusan udara bersih dan nyaman bagi megapolitan.

Kinerja pemerintahan tentu saja menjadi fokus serangan kalangan DPRD DKI. Fraksi tukang serangnya jelas. Isunya: saham Pemprov DKI pada perusahaan bir, APBD, _good gavernance,_ sampai soal kerumunan. Lalu muncul ide interpelasi Petamburan. Kesannya, ada anggota DPRD DKI yang gemar pelasan.

Bergiliran kritik-kritik itu terjawab: BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian. DKI menerima penghargaan dari sejumlah lembaga pemerintah yang kredibel. Ada penghargaan yang diterima DKI berturut 3 tahun terkahir. Juga ada yang diterima DKI untuk 9 kategori penghargaan. IPM juga tertinggi. Melebihi rerata nasional.

Serangan ilmiah yang serius, muncul dari hasil survey UNJ: Jakarta tak termasuk dalam ranking tiga kota intelektual. Benar! Jakarta memang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit, tersusun dari beton dan baja. Gedung-gedung itu, pasti tak bisa membaca buku.

Setelah istirahat secukupnya, lantaran tergeser kasus pembunuhan oleh Polisi, penahanan IB HRS, serta positif Covid 19. Tentu akan kembali ramai diserang. Tapi, Anies tampaknya sudah melenggang, meskipun 2022 masih remang. Semoga, senaniasa sehat sampai 2024.

Komentar