Menjadikan Pengadilan Ruang Perlawanan

by M Rizal Fadillah
(Pemerhati Politik dan Kebangsaan)

TELAH menjadi fakta bahwa tokoh dan aktivis di berbagai daerah saat ini menjadi tahanan. Tentu semua yang menjadi pesakitan diberi label “melanggar hukum” sejumlah pasal undang-undang yang dituduhkan padanya. Ada delik UU ITE, UU Kekarantinaan Kesehatan, KUHP penghasutan bahkan KUHP penganiayaan. Semua sepertinya adalah murni hukum, akan tetapi sebenarnya berkaitan dengan masalah politik.

Hukum untuk melumpuhkan lawan politik lazim digunakan. Di Jakarta petinggi KAMI seperti Syahganda, Jumhur, dan Anton Permana merasa dikriminalisasi. Di Medan petinggi KAMI ditahan yaitu Juliana, Devi, Khoiri Amri, dan Wahyu Rasari Putri.

Di Bandung 6 orang simpatisan KAMI juga ditahan atas tuduhan “penganiayaan”. Gus Nur ditangkap Bareskrim atas “ujaran kebencian”. Demikian juga Ustad Maheer At Thuwailibi.

Tentu saja, tokoh karismatik Habib Rizieq Shihab yang hanya karena urusan kerumunan acara pernikahan puterinya di Petamburan dan maulidan di Mega Mendung harus mendekam di penjara. Terancam hukuman 6 tahun. Sasaran kepada HRS ini tragisnya telah menewaskan 6 anggota laskar FPI yang sedang mengawalnya menuju acara pengajian subuh di Karawang.

BACA JUGA :  Panjang Umur Spiritual

Mungkin awal tahun 2021 akan menjadi bulan pengadilan para “tahanan politik”. Proses hukum jika berlanjut akan sampai pada tahap pemeriksaan di ruang pengadilan. Jaksa akan mendakwa, terdakwa menyampaikan pledoi, bukti-bukti diuji, serta putusan hakim dibacakan

Dalam sejarahnya, pengadilan adalah ruang terbuka bagi perlawanan atas kekuasaan yang represif. Ir Soekarno dahulu melakukan perlawanan politik melalui pledoi “Indonesia Menggugat” pada tahun 1930 di gedung Landraad Bandung. LP Banceuy menjadi saksi bisu bahwa tokoh kemerdekaan ini dikriminalisasi.

Kesempatan baik Jumhur, Anton Permana, Syahganda dan lainnya untuk menuangkan isi hati dan isi fikiran atas kondisi politik dan hukum saat ini. Gugatlah cara pengelolaan negara yang dinilai tidak baik ini. Di depan Majelis Hakim yang mengadili, para tokoh dan aktivis dapat menyuarakan aspirasi rakyat yang menjadi dasar perjuangannya.

Meski berstatus terdakwa, namun di manapun jika dinilai menjadi korban dari suatu kezaliman politik, maka mereka yang diadili adalah para pejuang dan pahlawan. Kebenaran dan keadilan harus terus disuarakan dengan keras meskipun harus berada di ruang pengadilan.

BACA JUGA :  Bertindak Extra Judicial Killing, PAHAM Desak Presiden Copot Kapolda Metro Jaya

Pengadilan adalah ruang perlawanan bagi para pejuang dan pahlawan. Soekarno telah memberi pelajaran. Merdeka.

Bandung, 19 Desember 2020

Komentar