M Rizal Fadillah
(Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
ACARA Mata Najwa adalah bagian dari investigative news. Temuan yang terpublikasi adalah keenam syuhada anggota laskar FPI yang tewas itu mengalami luka tembak dan luka yang diduga akibat dari penyiksaan. Komentar netizen menunjukkan kemarahan dan kengerian atas tindakan kepolisian, jika dugaan tersebut benar, ada kalimat “sadis”, “biadab”, “PKI” dan lainnya.
Perkembangan penyelidikan Komnas HAM terus diikuti meski belum juga ada pengumuman. Saat Komnas HAM keberatan hadir atas undangan rekonstruksi kepolisian bukan saja menunjukkan tampilan independensi tetapi pernyataan bahwa telah melakukan lebih dahulu telaahan lapangan cukup menggembirakan masyarakat. Situasi pemanggilan Kapolda Metro Jaya hingga dokter RS yang melakukan otopsi jenazah juga membangun harapan.
Semua mata dan telinga tengah tertuju pada kerja Komnas HAM. Sebagian umat Islam di lapangan mulai dan terus bergerak baik menggeruduk Mapolres di daerah maupun agenda datang ke Jakarta. Tuntutan berkisar antara pembebasan HRS yang dinilai ditahan tanpa hak serta mengusut pembunuhan 6 anggota laskar FPI yang dinilai keji tersebut.
Masyarakat, khususnya umat Islam, memendam penasaran mendalam tentang siapa pelaku penembakan dan penyiksaan, muslimkah, polisi profesionalkah, bertindak sendiri atau atas perintahkah, serta dimana peran Kapolda Metro yang arogan itu ?
# Jika hasil temuan Komnas HAM bersesuaian dengan skenario atau penjelasan pihak kepolisian sebagaimana yang telah diungkapkan, maka nampaknya lanjutan tuntutan dan desakan keberadaan Tim Pencari Fakta Independen akan terjadi, ada aspirasi dan rasa ketidakpercayaan penanganan dalam kasus ini.
Jika ternyata hasil penyelidikan Komnas HAM berbeda dan terdapat banyak oknum Polisi yang “bersalah” dalam operasi pembunuhan terencana “Km 50” dini hari itu, maka tindak lanjut yang mungkin terjadi adalah :
Pertama, rekomendasi Komnas HAM agar pelaku diproses oleh peradilan HAM. Berlanjut pada pertanggungjawaban Kapolda Metro Jaya yang bisa sampai sanksi pencopotan atau lebih dari itu.
Kedua, penyelidikan kasus oleh Mabes Polri berkejaran dengan proses dan hasil kerja Komnas HAM. Kapolri dalam batas tertentu turut bertanggungjawab. Apakah Idham Azis akan mengakhiri jabatan dengan baik dan manis atau sebaliknya?
Ketiga, Presiden Jokowi yang “dingin” menghadapi kasus yang mendapat perhatian publik ini dan diduga bernuansa politis berkaian dengan sikap kritis HRS, tidak lepas dari tekanan publik. Desakan mundur mungkin semakin menggema. Aksi 1812 saja sudah mengarah ke Istana.
Memang HRS dan pembunuhan 6 anggota laskar FPI bukan hal yang dapat lewat begitu saja sebagaimana tentunya menjadi harapan dari para penjahat politik, tetapi mungkin berimpilkasi bahkan berkonsekuensi luas pada perubahan politik.
Kebohongan itu selalu berumur pendek dan kebenaran segera terkuak. Bukankah Allah SWT itu Maha Mendengar dan Maha Melihat?
Komentar