Selamat Jalan Sang Pencerah

oleh: Dr. A.H. Fatgehipon
(Dosen Matakuliah Sejarah Indonesia Universitas Negeri Jakarta-UNJ)

MENJADI seorang pendidik tidak hanya bermodalkan kepintaran, tetapi harus memiliki keikhlasan, keuletan, ketangguhan dan kesabaran. Pendidik (Guru) adalah pekerjaannya para Nabi, mengajak orang kepada kebajikan, meninggalkan kegelapan menuju cahaya fajar yang penuh harapan.

Kepergian Malik Fadjar menyisahkan duka dan kenangan bagi banyak orang.

Malik Fadjar memberi pelajaran kepada kita, berbuat dan mengabdi dimulai dari sesuatu yang kecil, jauh dari pandangan dan pujian orang. Bisa dibayangkan di era 50-an masih sulit tranportasi dan komunikasi, Malik Fadjar meninggalkan tanah kelahirannya Yogyakarta untuk mengabdikan ilmunya di daerah terpencil Nusa Tengara Barat, sebagai Guru Agama Sekolah Rakyat Negeri Taliwang.

Saat itu tidak terbesik dalam pikirannya akan menjadi seorang Profesor, Rektor, Menjadi Menteri, menjadi Dewan Pertimbangan Presiden. Keiklasan sebagai seorang Guru Agama di Sekolah Rakyat di daerah terpencil menjadi pembuka karir beliau yang cemerlang.

Dalam pengabdian sebagai Guru Agama di Taliwang Lombok, Malik Fadjar sempat menikah dengan putri lombok. Malik Fadjar kemudian kembali ke tanah Jawa untuk melanjutkan pendidikan di IAIN Sunan Ampel Malang, bahkan Malik Fadjar Berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 dalam bidang pengembangan Pendidikan di Florida State University.

BACA JUGA :  Pendukung Anies di Jatim Konsolidasi, Segera Bentuk Relawan dan Deklarasi

Saat Malik Fadjar menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, UMM merupakan perguruan tinggi kelas bawah yang tidak diperhitungkan, bahkan sering menjadi candaan guyonan UMM menjadi Universitas Malam Minggu, sebab mahasiswa banyak kuliah di kelas malam atau Universitas Mundur Maneh atau mundur lagi. Malik Fadjar melakukan terobosan pegembangan kampus, dengan membeli tanah yang luas dengan kontur kemiringan dekat sungai, murah harganya karena konturnya miring, tidak disangka lokasi tanah yang tidak diminati orang berdiri dibangun kampus yang indah yang saat ini telah berkelas dunia.

Malik Fadjar termasuk dalam sembilan tokoh yang dipanggil ke Istana Negara, untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden Suharto di saat Presiden Suharto berada pada posisi dilema di penghujung kekuasaannya. Saat Kekuasan Presiden RI berganti Ke BJ Habibie, Malik Fadjar diamanahi jabatan Menteri sampai di era Presiden Megawati.

Di usia senjanya Malik Fajar tetap mengabdikan dirinya kepada dunia pendidikan. Tahun 2011, Malik Fadjar berkunjung Ke Manokwari Papua Barat, beserta Istri, putra beliau yang saat itu menjabat Dekan Ekonomi UMM, Dr. Haedar Nashir (Ketua PP Mumammadiyah), Prof. Dr. Suyatno (Rektor Uhamka), rombongan Malik Fadjar melihat pembangunan STIKIP Muhammadiyah Manokwari yang pembangunan banyak dibantu oleh Gubernur Provinsi Papua Barat Abraham Octavianus Atuturi.

BACA JUGA :  Bureacracy Oriented Vs Public Focus

Di tengah keterbatasan tenaga guru di Papua, Kehadiran STKIP Muhammadiyah Manokwari sangat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat di Papua Barat. Saat berada di kampus STIKIP Muhammadiyah, Malik Fadjar mengenang saat beliau menjabat Menkokesra ditugaskan oleh Presiden Megawati membawa bantuan bagi korban gempa bumi di Manokwari. Malik Fadjar menasehati dan mengajak agar anak anak muda tanah Papua yang potensial mengabdi untuk dunia pendidikan, jangan semuanya masuk dunia politik.

Kedatangan Malik Fadjar di kampus, di sambut oleh lagu Mars Muhammadiyah yang dinyanyikan oleh Mahasiswa asli Papua. Mahasiswa di STIKIP Muhammadiyah Manokwari umumnya berasal dari penduduk asli Papua yang mayoritas beragama Kristen Protestan, inilah contoh dari konsep Islam rahmatan lil alamin.

Ada beberapa putra Papua alumni STIKIP Muhammadiyah Manokwari Papua yang melanjutkan pendidikan S2 di Univesritas Negeri Jakarta, hasil dari program kerjasama antar STIKIP Muhammadiyah Manokwari, Pemda Papua Barat, dan UNJ.

Malik Fadjar sangat menikmati makanan ikan bakar Papua dan Pupeda (makanan Tradisional Maluku dan Papua dari sagu). Kesukaan Malik Fadjar pada Pupeda menunjukkan beliau mencintai Indonesia tidak sebatas tanah kelahirannya (Yogyakarta) tetapi seluruh wilayah Nusantara yang menjadi tanah pengabdiannya.

BACA JUGA :  Cegah Korupsi di MA, Akademisi: Perluas Kewenangan Komisi Yudisial

Selamat jalan sang pencerah, yang telah menjadi fajar untuk pendidikan di Nusantara. Kami doakan Semoga Allah Swt. memberikan tempat yang mulia di akhirat, aamiin ya Allah.

Komentar