BABI NAIK POHON

by M Rizal Fadillah
(Pemerhati Politik)

MERENUNG membaca share di beberapa WAG gambar hewan babi yang menaiki pohon dengan menggendong anaknya. Komentar tulisan yang menyertai beragam ada “Dasar babi, disuruh turun malah bawa anak”. Ada juga “Dasaar goblook, disuruh turun malah bawa anak”. Persamaannya pada “suruh turun” dan “bawa anak”. Namanya meme atau karikatur tentu multi interpretasi.

Mengapa babi? Babi bukan hewan yang biasa memanjat pohon. Di sini mungkin uniknya. Berbeda dengan monyet, babi pun tak pernah bawa anak, apalagi memanjat. Nampaknya ini sindiran tajam untuk “unright job” dan ketidakmampuan. Karenanya seruan di sana adalah untuk turun agar tidak berada di ruang yang bukan habitatnya.

Babi itu hewan yang memakan kotorannya sendiri dan senang berkubang di lumpur. Jules Winfield tokoh dalam film “Pulp Fiction” berkata ketika ditanya mengapa tidak makan babi “saya tidak makan mahluk yang tak mengerti kotoran mereka sendiri”.

Salah satu sifat babi adalah kepedulian rendah dan tak ada rasa cemburu. Babi jantan yang tak peduli pasangan betinanya “dipakai” babi jantan lain. Satu babi betina biasa berhubungan sex dengan banyak babi jantan di satu ruang dan waktu yang sama.

BACA JUGA :  Krisis Moral Kepemimpinan di Pilpres 2024

Dalam kaitan manusia, watak memakan barang haram, keburukan yang menjadi makanan sehari hari, tidak ada rasa peduli atau malu, serta keserakahan untuk menguasai dapat dimisalkan sebagai watak babi. Tak peduli anak dan istri “bergaul bebas”. Tak ada rasa cemburu sama sekali. Ayam jantan akan berkelahi sampai mati “memperebutkan” dan “menjaga” ayam betinanya. Babi tidak.

Dalam agama watak masa bodoh babi itu disamakan dengan apa yang disabdakan Nabi SAW sebagai “dayus” seperti hadits dari Ammar bin Yasir “Tiga golongan yang tidak memasuki surga yaitu dayus, wanita yang menyerupai laki-laki, dan peminum arak”. Rosulullah menerangkan arti “dayus” yaitu “orang yang tidak peduli siapa yang masuk (bersama anak dan istrinya)”—HR Thabrani.

Para pemimpin yang tak peduli agamanya dirusak, kedaulatan negaranya diinjak injak, harta rakyatnya dirampok, aset-aset bangsanya dikuasai dan dikuras habis, maka ia adalah “dayus” atau babi yang planga plongo dan masa bodo. Begitu juga ia makan yang kotor kotor baik komisi atau rente. Keluar dan masuk got dan gorong-gorong. Berkubang di air kotor.

BACA JUGA :  Jakarta dan Surakarta Lockdown, Indonesia Kapan?

Susahnya mereka itu selalu ingin naik terus padahal tak mampu untuk itu. Angan angan tinggi dan penuh kebohongan. Ketika ditegur tak mau mendengar. Pokoknya naik terus sambil membawa anak, istri dan kerabatnya. Nepotisme.

Karenanya sindiran bagus bagi siapapun yang terkena “sindroma babi”. Ia naik ke atas pohon dengan menggendong anak babi dan diumpat dengan keras “Dasar babi, disuruh turun malah membawa anak”.

Bandung, 26 Juli 2020

Komentar