Oleh: Jamilah Abdul Gani, S.H., M.Kn
(Ketua Perkumpulan SEHATI-Sentuhan Hati Ibu)
DI BAWAH cengkraman Nazi Hitler yang sadis, diburu pasukan rahasia yang terkenal brutal, seorang anak belia menulis:
Selama kita masih melihat sinar matahari, langit yang berawan, dan memiliki pikiran sehat, maka kita masih berkesempatan untuk berbahagia…
Tulisan anak itu kini jadi legenda, menjadi salah satu buku populer: The Diary of Anna Frank.
Sejumlah kejadian lain, yang memperlihatkan kekuatan imajinasi anak di tengah suasana tragis, juga bermunculan. Seperti Catatan Zlata, Korban Perang Bosnia, atau catatan Malala Yousafzai, yang hidup di tengah kungkungan rezim Taliban.
Intisari dari fakta tersebut adalah: anak-anak sekalipun, memiliki energi dan daya pikir yang kuat, bahkan di tengah beragam musibah dan kekacauan.
Tantangan berat dan beban hidup menghimpit, sesungguhnya juga terjadi di sekitar kita di hari ini. Dan anak-anak, menjadi pihak yang paling rentan terdampak.
Musibah wabah nyaris membalik posisi keseharian anak-anak secara dramatis. Mereka terbatas menikmati segala yang membahagiakan.
Sekolah libur; sarana rekreasi tutup; kesempatan ke luar rumah terbatas; tempat bermain di sekitar menjadi sepi. Ujung-ujungnya mereka membunuh waktu dengan mencandu HP. Ini musibah umum, terjadi pada anak-anak dari keluarga kaya ataupun miskin.
Beban anak-anak dari keluarga miskin lebih berlipat-lipat. Ruang bermain dan belajar terbatas; sarana edukasi di rumah tak tersedia; alat-alat bantu tak ada; dan segala keterbatasan lain.
Belum lagi jika masalah anak-anak itu ditambahi dengan resiko kekacauan ekonomi keluarga. Kesulitan gizi, kemarahan orang tua, menjadi objek hinaan dari lingkungan, wilayah kumuh, sanitasi buruk, ruang bermain sempit. Masih sederet daftar panjang kesulitan anak-anak hari ini.
Namun jelas yang paling menyiksa adalah alam pikir dan imajinasi anak-anak. Betapa tidak, kesempatan mereka untuk menikmati ilmu, berkreasi, memainkan imajinasi, bercengkrama, dan tumbuh matang secara normal, kini menjadi serba sulit.
Di sekolah, yang mestinya memperoleh nikmat belajar secara langsung dan bersama-sama, kini diatur ketat. Lebih banyak versi online.
Sementara di rumah, belum tentu menyerap proses belajar secara cukup. Padahal masa anak-anak adalah momen emas untuk belajar dengan ceria.
Di titik ini kita wajib prihatin. Seraya menggerakkan langkah konkret, membantu anak-anak, dengan apa yang kita bisa.
Namun yang terpenting, basis komitmen kita adalah rasa empati dan peduli.
Kesadaran bahwa anak-anak dianugerahi daya pikir yang hebat, menjadi penting. Agar kita tidak hadir untuk menggurui dan mengajari.
Langkah tepat adalah mendampingi, memfasilitasi, menemani, dan mendukung anak-anak untuk tetap bisa belajar.
Lantaran sebagian besar kita mungkin memiliki berbagai keterbatasan. Tak semua kita bisa dan berkesempatan menjadi guru. Namun kita bisa dan berkesempatan menyediakan sarana belajar bagi anak-anak.
Sisi penting lain, kita bisa saling menularkan semangat dan kesadaran bersama, untuk menggerakkan solidaritas sosial, demi membantu anak-anak tetap bisa belajar (terutama di kalangan tak mampu).
Tentang bagaimana metode, teori, atau formula belajar untuk anak-anak, tak perlu kita perdebatkan. Karena kebutuhan paling mendesak adalah ketersediaan sarana dan prasarana.
Percayalah, anak-anak memiliki daya bahagia dan daya akal yang menakjubkan, dan sulit kita duga. Kita hanya wajib memberi kesempatan, memberi dukungan, dan bila mampu, menyediakan alat bantu.
Perkumpulan Sehati (Sentuhan Hati Ibu) berpijak pada argumen ini.
Pertama, setiap kita bisa dan memiliki banyak cara untuk ikut membantu mengatasi masalah anak-anak saat ini. Yang penting lahir sikap empati dan peduli.
Kedua, mewujudkan aksi nyata, sebisa daya upaya, mengulurkan bantuan yang diperlukan anak-anak. Mungkin dalam kapasitas terbatas, namun jika dilakukan ikhlas, akan sangat dirasakan manfaatnya oleh anak-anak.
Ketiga, menyempatkan diri turun langsung, menemui anak-anak yang terhimpit masalah dan tak bisa sekolah. Agar jenis bantuan kita tepat dan langsung bermanfaat.
Keempat, bersedia bekerjasama dengan para pihak, karena masalah anak-anak ini adalah problem bersama, butuh solidaritas dan partisipasi luas.
Dan kelima, bersedia berbagi informasi, membuka akses terbuka, agar bisa saling belajar, bisa membangun kemitraan, dan mengikis saling curiga.
Insya Allah dengan langkah-langkah seperti itu, Perkumpulan Sehati turut memberi kontribusi dan solusi.
Agar anak-anak kita tetap bisa mengecap nikmat dan hikmah belajar dan menyerap ilmu yang berguna.
Seperti puisi dari Dorothy Law Nolte: Jika anak-anak dibesarkan dengan dukungan, maka mereka akan belajar percaya diri. Insya Allah.
(Artikel Ditulis untuk Memperingati Hari Anak Nasional)
Komentar