“Omae To Futari” Bergema di Harajuku

(Jakarta yang Semakin Berbinar)

Oleh: Geisz Chalifah

HARI Libur (Minggu) adalah hari tanpa program, semua peserta Nakasone Programme dibebaskan dari jadwal acara.

Hari menjelang siang, melalui jalan memutar belakang Metropolitan Hotel, melewati taman yang dirawat dengan baik di sepanjang Ikebukuro, saya berjalan perlahan menikmati hari-hari akhir di Tokyo.

Stasiun Yamanote line (MRT) di Ikebukuro agak lumayan jauh, namun jalan dengan trotoar yang lebar, pepohonan yang berjajar terawat dengan baik adalah pemandangan yang menyenangkan.

Harajuku adalah tempat yang dituju, ada pesanan dari Jakarta untuk saya beli.

Berjalan ditengah keramaian menuju stasiun dengan ribuan manusia yang bergerak dengan cepat, saya memilih menikmati semua yang terlihat dengan perlahan saja. Tak ada yang diburu dan waktu kosong sangat menyenangkan untuk berjalan memperhatikan eksotisnya sebuah kota bernama Tokyo.

Hanya memerlukan beberapa stasiun untuk sampai di Harajuku, butik-butik yang tertata dengan baik, bangku bangku di pinggiran jalan terbuat dari semen dengan bentuk yang artistik.
Tak sampai 10 menit bertransaksi, maka pesananpun telah di tangan.

BACA JUGA :  Kebenaran Segera Terkuak, Kejahatan Politik kah?

Berjalan di Tokyo dengan informasi berhuruf kanji kadang agak menyulitkan dalam menuju stasiun Subway (Yamanote Line), namun semakin nyasar selalu saja ada hal menarik yang diketemukan.

Di pinggiran taman di antara jalan yang menuju terowongan bawah tanah, seorang bapak memainkan alat musik Koto, nada yang dimainkan tidaklah asing.

Sebuah lagu romantik Omae To Futari, Saya berhenti sejenak menikmati jari jemarinya membunyikan nada yang anggun.

Sore menyapa, angin berhembus semakin dingin, Omae to Futari berganti nada menjadi Sakura – Sakura, lagu tradisional Jepang (folk song) yang menggetarkan alunannya.

Negeri Tokugawa Ieyasu ini memiliki kelembutan di balik cerita tentang Bushido, Ronin, Daimyo, dan filsafat Zen Budism yang mengagumkan.

Bapak tua itu menutup alat musik koto dengan sarung kulit hitam, menghentikan pertunjukkan yang memukau di pinggiran jalan.

Yamanote line mengantar kembali menuju Ikebukuro. Selepas magrib nanti Michiko Enomoto (ISA of Japan) telah mewanti wanti untuk menjemput melihat- lihat Shinjuku diwaktu malam.

Cerita di atas adalah memory puluhan tahun lalu tentang tokyo dengan moda transportasinya yang nyaman dan mudah untuk kemana saja, dengan stasiun yang bersih dan terawat dengan baik.

BACA JUGA :  Ah, Amburadul Semua

Hari ini saya membaca berita Anies meresmikan empat stasiun yang nantinya menjadi 9 stasiun, lima lagi sedang akan digarap untuk ditata ulang. Empat stasiun itu menjadi terintegrasi dengan transportasi lainnya di Jakarta. Stasiun itu ditata dengan baik dengan taman-taman yang hijau juga bersih.

Semakin hari Jakarta semakin menampakan diri sebagai kota yang semakin indah dengan perapihan trotoar dengan taman-taman hijau disisinya diberbagai wilayah Jakarta.

Maju kotanya bahagia warganya adalah janji yang kini sedang ditunaikan.

Komentar