KEBIJAKAN INKONSISTEN

by: M Rizal Fadillah
(Pemerhati Politik dan Kebangsaan)

REZIM korup dan berbau komunis sangat memanfaatkan wabah corona. Perppu 1 tahun 2020 membuka peluang korupsi tanpa kendali. Bebas hukum untuk segala proyek yang dikaitkan dengan Covid 19. Parahnya DPR ikut mengesahkan Perppu menjadi Undang Undang. Ternyata DPR kini tak beda dengan DPR zaman Orba yang terkooptasi pemerintah. Ini sama saja dengan legalisasi korupsi.

Ternyata Covid-19 telah dimanfaatkan Pemerintah untuk “menghajar” ibadah umat Islam. Pemerintah secara demonstratif atau terang-terangan menyakiti umat Islam. Melarang shalat ied di lapangan secara resmi. Semestinya itu kompetensi MUI atau lembaga keagamaan untuk mempertimbangkan. Sebagian juga sebenarnya sudah tidak melaksanakan.

Ada kesan mulai nampak anti agama rezim ini.

Kegiatan keagamaan yang sifatnya masif seperti shalat berjama’ah di Masjid atau shalat ied di lapangan itu termasuk yang dilarang” ujar Mahfud usai Ratas Kabinet dipimpin Jokowi.

Terus menerus kegiatan ibadah umat Islam dipermasalahkan. Rasanya puas sekali Pemerintah ini, mumpung ada corona. Anehnya sekelas Mahfud karena masuk rezim ternyata bisa ikut kusut. Sangat berantakan.

BACA JUGA :  Pilih Pemerintahan Jokowi atau Keselamatan NKRI?

Persoalannya kebijakan Pemerintah Jokowi saat ini dinilai tidak konsisten. Untuk urusan ibadah umat sangat ketat dan keras sementara urusan lainnya sedemikian longgar. Kini Mall dibuka yang pastinya terjadi penumpukan orang. Bandara juga dibuka yang nyatanya penuh dengan calon penumpang. Mudik dilarang tapi pesawat boleh mengangkut penumpang. Kemarin konser “kenegaraan” yang tak penuhi protokol Covid 19 juga diselenggarakan.

Kebijakan inkonsisten adalah buruk. Meski berlindung pada undang undang akan tetapi tetap saja hal itu tidak benar. PSBB membuka peluang untuk kebijakan “kiri kanan” yang keuntungannya tergantung Pemerintah. Jokowi tidak mempermasalahkan pasar ramai oleh orang yang berbelanja. Kita semua tahu siapa sih pedagang yang diuntungkan oleh keramaian tersebut.

Sedikit demi sedikit agama mulai dipersempit ruang geraknya. Kebijakan model seperti ini adalah khas dari rezim komunis. Kita tidak tahu sejauh mana pengaruh komunisme itu sudah menjalar pada pemerintahan, hanya gejalanya sangat dirasakan. Seharusnya sekaliber pak Mahfud yang alumni UII sudah mulai menyadari akan atmosfer lingkungannya.

BACA JUGA :  New Normal atau New Mortal?

Ada yang bahagia atau bertepuk tangan melihat umat Islam tak bisa shalat berjamaah di masjid, tak bisa melaksanakan shalat ied, ataupun tidak dapat lagi mengadakan pengajian-pengajian. Rezim inkonsisten bila dalam agama disebut munafik. Jika komponen nya ada maka mereka tak boleh menjadi “imam” bagi kaum muslimin.

Hadits Nabi mengingatkan akan adanya tiga ciri kemunafikan, yaitu:

“idzaa hadatsa kadzab”—jika berkata bohong.
“idzaa wa’ada akhlaf”—jika berjanji mengingkari.
“idzaa aw tumina khoona”—jika dipercaya khianat.
(HR Bukhori Muslim)

Nah berdasarkan Al Qur’an Surat Annisa 88-89 yang dikaitkan dengan sejarah kenabian, maka orang munafik tidak boleh dijadikan pemimpin. Tidak boleh.

Bandung, 21 Mei 2020

Komentar