TILIK.id, Jakarta — Wabah Covid-19 yang ikut melanda Indonesia memberi hikmah besar bagi kaum ibu dan perempuan. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) setidaknya menggiring kaum ibu mendapat peran besar di dalam keluarga.
Demikian salah satu kesimpulan dari Pengajian dan Diskusi Silaturahmi virtual yang digelar Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) bersama Majelis Nasional Forum Alumni HMI Wati (MN FORHATI) Rabu malam.
Tampil pembicara dalam diskusi Perempuan di Tengah PSBB itu antara lain mantan anggota DPR dan aktivis perempuan Dr Hj Reni Marlinawati, komisioner Ombudsman Dr Lely Pelitasari, Ida Ismail Nasution, dan Koordinator Presidium MN FORHATI Hj Hanifah Husein.
Pengajian dan silaturahmi yang dipandu oleh Betty Noor Idrus itu diikuti 30 peserta dari berbagai daerah di Indonesia seperti Sulawesi Barat, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa, utamanya Jakarta.
Hj Hanifah Husein mengawali diskusi dengan memberi pengantar yang cukup terarah. Bahwa dengan kebijakan PSBB, utamanya Work at Home atau tagar imbauan #dirumahaja, kaum perempuan seperti kembali pada kodratnya untuk anak dan suami. Mendekatkan diri pada keharmonisan keluarga.
Menurutnya, wanita karir merasakan sekali. Biasanya banyak di luar, makan di luar, dan seluruh urusan rumah tangga banyak dilakukan oleh asisten rumah tangga. Kini, seperti reorientasi lagi.
“Namun itulah hikmah kita oleh kejadian ini. Kaum ibu paling meraaskan situasi ini, apalagi ibu sebenarnya adalah madrasatul ula bagi anak-anaknya. Saya mengajak semua untuk kembali menjalankan peran-peran keibuan, untuk keharmonisan di dalam keluarga,” kata Hanifah Husein.
Dr Hj Reni Marlinawati membahas peran ibu di tengah masa pandemi Covid. Dia mengatakan, wabah ini berdampak sangat luas. Dari data yang ada, yang paling terkena dampaknya adalah kaum perempuan dan ibu.
“Beberapa waktu lalu organisasi dunia bernama United Nations Population Fund merilis bahwa yang paling terkena dampak covid ini adalah perempuan, di mana 70 persen tenaga kesehatan adalah perempuan,” kata Reni.
Namun, kata Reni, sebelum bagaimana peran perempuan di masa Covid19, dirinya akan menjelaskan kedudukan perempuan dalan Al Quran, semacam telaah kritis atas kedudukan laki-laki dibanding perempuan.
Dikatakan, selama ini telah terbentuk dalam mindset kita bahwa laki ditempatkan pada posisi superior dibanding perempuan. Laki-laki telah dilebihkan sebagian daripada perempuan, termasuk boleh poligami.
“Tetapi kemudian mengapa dalam Al Quran kita tidak menemukan adanya surat tentang arrijalu. Kemudian kita tidak temukan ayat-ayat tentang takdir yang khusus pada laki-laki. Tetapi surat tentang Annisa cukup banyak, apalagi tentang kemuliaan perempuan,” urai Reni.
Menurut Reni, dalam struktur sosial kaum laki-laki tampak lebih tinggi derajatnya dari perempuan. Lebih kuat dari perempuan, bahkan warisan pun setegah lebih dari perempuan. Tapi kenapa Al Quran tidak banyak menjelaskan tentang superiortas laki-laki.
Dalam Al Quran, kemudian dijelaskan oleh hadits banyak kemuliaan-kemulian untuk perempuan. Rasulullah juga menyampaikan surga itu terletak di bawah kaki ibu. Bahkan ada satu keterangan bahwa perempuan adalah tiang negara. Rusak perempuan maka rusaklah negara itu.
“Namun selain itu, ada empat takdir yang diberikan oleh Allah kepada perempuan. Paetama adalah haid atau menstruasj, kedua kehamilan, ketiga melahirkan dan keempat menyusui,” katanya.
Reni juga mengatakan, ada yang sebenarnya yang kelima. Tapi menurut kader PPP ini, bukanlah takdir, hanya berasal dari hadits bahwa perempuan adalah semacam long life educations bagi anak-anaknya.
Sayangnya, kata Reni, realitas sekarang banyak ibu melepas tanggungjawab pendidikannya setelah anak masuk sekolah. Setelah masuk sekolah selesailah tugas mendidik anak.
“Tetapi di dalam PSBB ini, ada sesuatu yang sangat berharga. Bagi saya, masa PSBB ini menegaskan dan mengkonfirmasikan hadirs Rasulullah bahwa peran ibu itu betul-betul yang utama bagi anak,” katanya.
Ksnapa demikian, Reni mengataka, karena ibu-ibu hari ini tugasnya sekarang ketika anak-anak tidak sekolah, dia kemidian balajar daring, maka yang terdepan membimbing anak-anak adalah ibu.
“Yang memastikan gizi anak-anak di rumah agar sehat adalah ibu. Bukan bapak. Ketika anak-anak di sekolah harus riang gembira di rumah harus riang gembira maka yang terdepan adalah ibu,” beber Reni.
Karena iru, di masa PSBB iini kesempatan bagi ibu untuk lebih dekat, melakukan pendampingan, mengajari anak tentang bacaan-bacaan sunah, doa-doa, etika, sopan santun, dan seterusnya.
“Kerika Allah memuliakan perempuan karena tugas dan bebannya yang berat, maka dalam kehidupan sehari-hari peran ini tidak akan berjalan dengan sempurna tanpa peran bapak-bapak. Itulah dalam Islam bahwa bapak adallah iman dari perempuan,” kata Reni.
Dengan dwnikian, apapun ibu-ibu lakukan, baik peran domestik maupun peran publik, peran suami adalah peran kunci. Kalau perempuan masih belia, ridho Allah adalah ridho orang tuanya. Bagi yang sudah kawin, ridho Allah adalah ridho suami.
“Namun di masa PSBB ini, peran peran perempuan, peran ibu-ibu menjadi peran segala-galanya. Bahkan bukan saja dalam peran mendidik anak, tepi dalam situasi Covid-19 ini menjadi penentu,” katanya.
Anak yang sehat, anak bahagia, anak yang cerdas, anak bisa belajar dengan baik adalah karena ibu. Itulah kenapa dalam psikologi bahwa 70 persen kecerdasan anak dipengaruhi oleh ibunya, bukan ayahnya.
Pembicara lain, komisioner Ombudsman RI Dr Lely Pelitasari. Selai melihat konteks sosial dan ekonomi dari dampak Covid-19, Lely juga menceritakan pengalamannya satelah positif Covid-19.
Dia mengatakan, setelah positif kena virus corona, ia memutuskan keluar rumah dan masuk rumah sakit khusus Covid-19 Wisma Atlet. Sebab, Lely khawatir menjadi carrier bagi keluarga satu rumah.
Beban kekhawatiran itu mempengaruhi psikologisnya. Namun Lely bersyukur partisipasi warga, utamanya Ibu-ibu tetangga, mmbesarkan semangatnya.
“Selama saya di rumah sakit, satu rumah itu diurus ibu-ibu tetangga. Karena tidak ada dari dalam rumah yang bisa keluar. Jadi yang berdiri di pagar itu ibu RT,” kata Lely Pelitasari.
Selain menjaga, ibu-ibu tetangganya juga aktif membantu menghubungi keluarga lain mengabarkan keadaan di rumah. Jadi inilah juga peran ibu-ibu di masa Covid-19 ini.
“Tapi secara keseluruhan dalam konteks PSBB, sekarang saya melihat perempuan dalam posisi dua hal. Pertama sebagai korban langsung, dan kedua sebagai warga terdampak,” katanya.
Sebagai warga terdampak, ini ada beberapa aspek. Pertama aspek sosial seperti para kisah-kisah para medis yang kemudian nggak bisa kembali ke kos.
Dan itu juga perempuan yang paling banyak.
Kemudian dari segi ekonomi bagi perempuan yang mencari nafkah ketika kemudian diterapkan PSBB, multitasking-nya benar-benar diuji.
“Di luar cari nafkah, di rumah harus jadi guru, harus jadi koki, harus jadi satpam karena ngingetin minum vitamin dan segala macem gitu ya. Saya rasakan setelah kembali dari rumah sakit berubah menjadi rewel kepada anak-anak,” ujarnya.
Yang juga menarik untuk dilihat dalam PSBB ini dan konteks ekonomi adalah ketika bansos itu disalurkan dalam bentuk natura atau barang ini mirip dengan ketika di Bulog dulu disebut raskin. Pertentangan antara raskin atau cash transfer itu sekarang bergulir kembali dalam konteks nansos.
“Kita di Ombudsman baru membuka posko daring melalui jalur online dan WA dengan email itu kalau dilihat laporan yang masuk, yang paling banyak dilaporkan dari per hari ini baru kita buka 5 harian itu sudah 200-an pengaduan masuk dan 66 persen atau 137 di antaranya itu tentang bansos,” kata Lely,
Bantuan itu banyak dilaporkan bermasalah. Apakah itu kurang jumlahnya, tidak kebagian, dan lain-lain, di mana paling terdampak adala ibu-ibu dan kemudian yang juga menerima manfaat di keluarga adalah ibu-ibu.
“Kalau dilihat dari aspek itu, maka sesungguhnya bagaimana pemerintah bisa memberikan pilihan-pilihan dari bantuan sosial yang ada,” katanya.
Senior Kohati dan FORHATI, Ida Ismail Nazar Nasution ikut memberi pandangan bijak mengenai peran perempuan, utamanya kader HMI Wati. Peran domestik dan sosial kader hijau hitam untuk melawan Covid-19. (lma)
Komentar