Covid-19: Negara Krisis Keuangan, Nawaitunya untuk Menyelamatkan Rakyat?

TILIK.id, Jakarta — Wabah Covid-19 sudah menjadi permasalahan utama dunia. Indonesia yang baru mengumunumkan kasus pertama pada awal Maret 2020 dianggap gamang dan tidak siap sumberdaya dan kebijakan untuk menghambat laju penyebaran virus asal Provinsi Wuhan China tersebut.

Di sisi lain, kebijakaan pemerintah yang akhirnya diambil, yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dianggap sumir. Lockdown bukan, karantina kesehatan pun bukan. Masuk kategori karantina wiliyah pun antara ya atau tidak. Batasannya mengambang.

Di sektor anggaran, pamerintah juga tidak secara cerdas memprioritaskan penanganan kesehatan lebih dahulu daripada penanganan impak ekonomi dan investasi. Terbukti anggaran stimimulus penanganan dampak Covid-19 yang sebesar Rp 405,1 triliun itu memberi porsi besar yakni Rp 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional.

Tak hanya itu, pemulihan dampak ekonomi juga memgambil porsi Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat. Jadi boleh dikata, pemerintah menganggarkan dana besar yang entah bersumber darimana untuk menangani dampak ekonomi daripada memutus rantai penyebadan Covid-19.

Negara pun tengah mengalami krisis keuangan dan cadangan devisa. Ini yang menjadi bahaya besar, karena ketika negara dalam keadaan bangkrut, maka bantuan asing masuk dengan segala persyaratan yang merugikan bangsa secara politik dan ideologi dalam jangka panjang.

Melihat isi Perppu No 1 Tahun 2020 tentang penanganan Covid-19 dan gelonroran dana Rp 405,1 triliun di mana porsi terbesar untuk memulihkan dampak ekonomi itu, maka muncul persepsi bahwa pemerintah di tengah krisis keuangan tidak punya nawaitu menyelamatkan rakyat, tapi justru membantu korporasi-korporasi yang terdampak Covid-19.

Demikian kesimpulan dari diskusi virtual Perkumpulan Usaha Memajukan Anakbangsa (UMA) yang digelar Ahad nalam (3/5/2020) yang dimulai dari ba’da isya- terawih sampai pukul 01:00 WIB dinihari tadi.

Diskusi yang dipandu Ir Tigor Sihite itu menampilkan keynotespeech M Sofhian Mile dan nara sumber lain seperti Dr Herry Norman, mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, anggota Komisi IX DPR H Darul Siska, Budayawan N Syamsuddin Ch Haesy, Kakanwil Hukum dan HAM Sumatera Selatan Ajub Suratman, Direktur Utama TILIK.id Ir Lilik Muflihun, Asnawi Hamid, Anthony Hilman, Djabir Mawardi, mantan anggota DPR Unchu Natsir, anggota DPRD Banten Moh Bahri, dan lain-lain dengan total 20-an peserta.

BACA JUGA :  Wapres: Hijrah Tak Hanya Berpindah, tapi Dimaknai Berubah ke Arah Lebih Baik

* Sofhian Mile yang menjadi pembicara kunci mengkhawatirkan sisi keuangan negara yang dianggap sangat parah. Sangat berbahaya bagi negara di mana krisis keuangan yang justru bisa menjadi pandemi ekonomi. Ini yang berpotensi menghancurkan bangsa.

“Negara kita ini diperhadapkan pada krisis keuangan yang mengancam devisa kita. Krisis ini berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya. Ini yang sangat luar biasa,” kata Sofhian Mile.

Krisis karena Corona ini pun dibarengi dengan adanya kebijakan dikeluarkannya Perppu No 1 Tahun 2020 di mana ada kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan anggaran yang tidak dapat dipidana bagi pengelola.

“Tapi saya ingin mengajak kita semua untuk lebih jeli melihat kondisi riil krisis ekonomi yang terjadi sekarang ini. Kita juga harus memberi tekanan kepada partai politik untuk menyiapkan langkah politiknya sebagai signal untuk waspada,” kata mantan anggota DPR RI tiga periode ini.

Dikatakan, ada masalah besar di hadapan kita yang sangat emergency harus segera direspons. Jika tidak diselesaikan bangsa ini akan makin jatuh yang perlu waktu lama jika ingin bagkit kembali.

“Mudah-mudahan kita punya resep dari pemerintah, DPR, kelompok masyarakat, atau lembaga lainnya sebagai jalan keluar mengatasi krisis ini. Sebab krisis keuangan dan APBN kita ini adalah ancaman serius,” katanya.

Anggota DPR RI H Darul Siska dalam paparannya mengatakan pemerintah seperti salah prioritas dalam menangani pandemi Covid-19. Penerapan PSBB memang adalah untuk menghentikan penyebaran virus corona. Namun dilihat dari alokasi anggaran, tujuannya lebih pada penanganan dampak pada perekonomian nasional.

Padahal seharusnya menyelematkan masyarakat harusnya didahulukan. Bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat pun banyak bermasalah. Tidak tepat sasaran, telat, dan atau isi paket tidak sesuai dengan yang diumumkan.

BACA JUGA :  Siaga Covid-19, Pertamina Pastikan Pelayanan dan Pasokan BBM dan Gas Aman

Banyaknya masalah ini karena penerintah tidak memiliki data penduduk berapa yang miskin, berapa perlu bantuan atau berapa yang kena PHK, dan seterusnya.

“Kita sudah 70 tahun merdeka tapi data tentang kemiskinan jumlahnya tidak punya. Akibatnya banyak salah sasaran,” kata Darul Siska.

Program penanggulangan Covid-19, kata Darul, cukup berat dirasakan karena urutan prioritas yang kurang perhitungan. Di sini nawaitu pemerintah apa benar untuk menyelamatkan masyarakat atau justru membantu yang lain.

Sedangkan Dr Herry Norman dalam paparannya menyebut Covid-19 adalah murni virus. Ketika ini adalah sebuah virus yang mewabah, maka wilayahnya adalah kesehatan karena menyangkut penyakit.

Sayangnya, kata Herry, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan ekonomi untuk mengurangi dampaknya pada investasi dan roda pembangunan. Apalagi muncul kepres Covid-19 adalah darurat bencana nasional.

“Mengatasi bencana nasional yang multikomplek hanya diserahkan ke Kementerian Kesehatan RI di mana kerjanya hanya mengeluarkan keputusan persetujuan kepada daerah untuk menerapkan PSBB,” kata Herry Norman.

Dikatakan, darurat bencana nasional namun leading sektornya adalah Kementerian Kesehatan. Tentu jika Kementerian Kesehatan sebagai ujung tombak, maka bidang kesehatan seharusnya porsi anggarannya lebih besar ke penanganan. Bukan pada dampak ekonominya.

Mantan Mentei Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan, pada kesempatan yang sama menyatakan memang pandemi Covid-19 membuat gamang.

“Ketika corona datang, pemerintah tidak siap. Masyarakat akhirnya gamang. Kegamangan itu terlihat dari suara-suara masyarakat. Seorang Ibu penjual warung bilang ‘daripada saya mati kelaparan lebih baik saya mati karena corona’. Bayangkan itu,” kata Ferry M Baldan.

Kegamangan itu, tambah mantan Ketua Umum PB HMI ini, membuat situasi atmosfir sosial jadi serba tidak karu-karuan. Harapan kita mari kita dukung upaya-upaya smart dan sistimatis untuk mengatasi wabah ini.

“Saya kira kita tetap mengandalkan Anies, kita support dia penuh untuk menjadi pembelajaran kepada elite pusat. Ya agar belajar bagaimana Anies menghandle ini semua,” kata Ferry.

BACA JUGA :  Ini Nama 7 Anggota KPU dan 5 Bawaslu RI Terpilih

Soal Perppu No 1 Tahun 2020, menurut Ferry, secara diam-diam bukanlah untuk murni mengatasi wabah Covid-19. Perppu itu lebih untuk alasan menstabilkan ekonomi yang sudah sejak lama parah. Kebijakan berupa intensif itu pun tidak terukur.

Kakanwil Kemenkum HAM Provinsi Sumatera Selatan Ajub Suratman mengatkan Covid-19 telah ditangani dengan seperangkat aturan dan kebijakan. Salah satunya telah ditetapkan dengan PSBB plus aturan dari pemerintah daerah.

“Sejauh ini, penerapan PSBB telah berjalan meski di sisi masyarakat masih kurang kesadaran. Tapi ini bukan berarti PSBB kendor. Kita berharap Covid19 segera diputus mata rantainya,” kata Ajub Suratman.

Sama dengan yang lain, Ajub juga tidak bahagia dengan wabah corona ini. “Kalau bisa segera berlalu dan kehidupan masyarakat kembali normal.

Budayawan N Syamsuddin Ch Haesy mengatakan Pandemi Covid-19 ini akan membawa bangsa Indonesia pada kebangkrutan. Selain bangkrut karena devisa habis, APBN defisit, juga karena intensif yang besar untuk menyelamatkan investasi.

“Jadi negara ini sudah menuju pada carruk. Menuju pada negara yang bangkrut. Akibatnya rakyat yang jadi korban,” kata Bang Sem, panggilan akrab N Syamsuddin Ch Haesy.

Menurut dia, pandemi virus crona lebih berdampak pada kelas menengah ke bawah. Sayangnya mereka yang terdampak ini mendapat porsi perhatian dan bantuan yang sangat minim.

“Jika mau membantu, setidaknya ada dua yang bisa dilakukan. Yaitu akses pada permodalan dan sumber keuangan, serta kedua, akses terhadap sumber kekuasaan,” katanya.

Yuyon Ali Fahmi mengajak bagaimana mencegag Covid-19 dengan vitamin dan obat-obatan alami. Dia bahkan membaca perokok berat justru sangat imun terhadap virus corona.

Karena itu, dia terus bertanya kepada ahli medis dan gizi benarkah rokok bisa menghanbat corona. Patut kita bertanya sejauh mana rokok benar anti Covid-19.

“Saya juga sudah mencoba obat ini, sejenis cairan yang diciptakan untuk melawan Covid-19. Ukurannya segini tapi harganya 250 ribu,” kata Yuyon sambil memperlihatkan botol kecil hasil ramuan seorang ahli indonesia. (lma)

Komentar