by M Rizal Fadillah
(Pemerhati Keagamaan)
USULAN adanya Fatwa MUI agar puasa bisa tidak dijalankan akibat wabah Covid-19 tentu mengada ada dan dinilai tak ngerti agama. Menurut Al Qur’an yang bisa membatalkan puasa itu safar atau sakit atau masyaqah (kesulitan) individual.
Itupun harus diganti waktu lain. Dalil rukhshoh ini sifatnya khusus. Penggantian dengan membayar fidyah pun untuk kasus berat dan khusus seperti melahirkan, tua renta, atau sakit tetap yang tak mungkin mengganti puasa di waktu lain.
Usul Rudi Valinka untuk fatwa MUI ini tentu memiliki akibat besar yang sudah seharusnya dipertimbangkan, yaitu:
Pertama, ibadah “magdhoh” berstatus wajib ‘ain tak bisa ditunda. Melanggar perintah Allah atas status wajibnya “kutiba alaikumush shiyam” (QS Al Baqarah 183).
Kedua, Ayat dan Hadits tidak bisa dihapus oleh fatwa MUI. Fatwa itu hanya pendapat dengan tingkat kekuatan lebih lemah. Bisa diikuti bisa tidak. Apalagi jika ada “fatwa” yang berbeda.
Ketiga, asumsi bahwa puasa atau shaum itu memperlemah daya tahan tubuh sangatlah relatif. Sebab banyak orang justru lebih merasa sehat dengan puasa. Sabda Nabi “shumu tashihhu” (puasalah kalian niscaya sehat)—HR At Thabrani.
Keempat, shaum tidak mesti bergerombol karenanya prinsip physical atau social distancing dapat dijalankan. Tidak ada shaum berjamaah seperti shalat Jum’at.
Kelima, mengaitkan fidyah sebagai bagian dari “sembako” tentu tidak relevan. Dimensi fidyah di samping sosial yang utama adalah ritual. Jadi tidak bisa fidyah disamakan dengan “bagi bagi sembako”.
Ahoker atau Jokower ikut ngatur ngatur MUI mestinya ngaca diri. Saat umat Islam mempermasalahkan penista agama si Ahok dulu justru ia membela dan memuji setengah mati. Bikin buku Ahok segala. Kini ngomong seolah merepresentasi umat. Ambivalensi atau cari muka. Umat Islam yang mengingat kezaliman Ahok tentu muak dengan sikap sok pahlawan atau sok tahu agama seperti ini.
Rudi Valinka baiknya jika ingin libur puasa silahkan saja sendiri. tidak dihukum penjara ini kok. Barengan Ahok saja tidak puasa nya. Tak perlu mengusulkan hal keagamaan yang sensitif. Adanya wabah Covid-19 tak harus menjadi penggerus agama. Tidak perlu mengganggu kepentingan dan ibadah umat Islam. Kelak terkesan negeri ini semakin berbau atheisme dan komunisme.
Jika semua kegiatan dan ritual agama distop, maka inilah saatnya negara berubah menjadi “diabolic state”.
The arrival of satan’s empire. Selamat datang.
Bandung, 18 April 2020
Komentar