Oleh: MHR. Shikka Songge
MOGA selalu ada kewarasan tumbuh di antara kita sehingga ada harmoni bernegara meskipun kita berada pada negara yg diselimuti oleh irasionalitas. Gambaran negara irasionalitas seperti halnya perkampungan dukun santet, yang merambah ke berbagai sudut negeri. Negeri Santet Namanya.
Di negeri itu tidak dibolehkan anda tertawa, meskipun tertawa adalah hakmu. Anda juga tidak boleh mengajukan pertanyaan, meskipun bertanya adalah ciri-ciri orang cerdas. Bahkan andapun tidak boleh berfikir kritis, tentang berbagai keanehan yang tidak memiliki rasionalitas. Berfikir kritis sangat ditakuti karena ia bisa melumpuhkan berbagai tipu muslihat.
Ya itulah perkampungan atau Negeri Magic.
Di Negeri Santet, ialah negeri dibawa kendali para dukun yang full berkuasa. Dukun memiliki kuasa, tidak boleh salah dan tidak boleh disalahkan. Dukun bekerja atas perintah untuk mempertahankan suatu kekuasaan dengan magic. Dukun melakukan operasi mengancam orang-orang di sekitarnya dengan santet bila kekuasaan terganggu. Dia menyebarkan rasa takut pada rakyat sekitarnya dengan mitos-mitos palsu. Rasa ketakutan pun muncul mewabah di berbagai tempat. Negeri Santet, negeri tanpa akal sehat, tanpa rasionalitas.
Pertanyaan sampai kapan berakhirnya kompromi absurd antara rakyat dan penguasa? Pemikiran cerdas dan akal sehat mati dalam pasungan keangkuhan kekuasaan. Kewarasan, dan daya kritis rakyat terbelenggu oleh kekuasaan yang sarat retorika tetapi tanpa logika.
Corona tiap hari mencederai anak negeri menjadi penderita bahkan merenggut nyawa, rakyat hidup penuh mawas dan keprihatinan. Rakyat hidup di bawah ancaman kematian oleh Virus Corona. Tapi penguasa tidak punya perasaan peduli pada anak negeri yang terpapar, mereka justeru sibuk memikirkan untuk mengamankan kekuasaan dan perpindahan ibu kota negara. Di mana rasa kemanusiaan sebagai pemimpin terhadap duka yang menimpa rakyat?
Ketika kaum intelektual mulai bergerak untuk menyuarakan pembelaan pada rakyat, dukun santetpun bergerak cepat mengirim pesan. Bhw kaum intelektual penyuara kebenaran akan dilaporkan ke algoju. Dan algoju pun bergerak cepat melingkari istana untuk mengamankan istana dari kritik kaum intelektual. Dukun santet memang hebat, terus menyebarkan intimidasi yang membuat kepanikan dan rasa ketakutan publik.
Kekuasaan selalu tampil dengan wajah ambigu dan paradoks yang takut pada kritik publik. Padahal dalam konteks demokrasi tidak ada pemimpin yang kebal hukum dan anti kritik. Kritik dengan narasi dan logika adalah tradisi yang diperlukan dalam berdemokrasi.
Kepemimpinan Jokowi sarat dengan absurditas dan ambigu, serta anomali, sangat perlu dikawal oleh para intelektual kritis, agar kekuasaan tidak menjadi otoriterianism, monarchy absolut.
Bangsa ini tengah didera wabah Corona Virus yang mematikan, wabah itu datang dari negeri Wuhan. Kita pun impor obat obatan serta peralatan dari negeri yang sama asal penyakit itu datang. Masuk akalkah? Dan konon obat obat itu sumbangan kemanusiaan yang datang negeri padang pasir. Sekarang kita beli dengan harga yang mahal, masuk akalkah?
Semestinya dengan inseden Corona Virus pemerintah mempebesar agenda riset farmacology, dan memberi peluang bagi rakyat untuk membuka rumah industri herbal se tanah air. Bukankan negeri ini kaya dengan ramuan obatan yang sumbernya dari tanaman yang tumbuh di sepanjang gugusan pulau pulau di nusantara. Dengan begitu obat itu bisa menjadi industri rumah tangga, dengan menggunakan sumber daya tanaman yang tumbuh di sekitar perkampungan masing masing.
Berlebihan jika kita rakyat terus mengalah walaupun kita benar, meskipun dunia tahu bahwa roda kekuasaan mereka dijalani tanpa logika dan akal sehat. Rakyat dipaksa mengikuti Protokol Covid19, tapi negara membiarkan kerja sama pembangunan ekonomi dengan Cina yang menjadi sumber penyebaran Corona Virus. Hal ini sama seperti membiarkan rakyat mati secara perlahan.
Lucu khan?
Harus ada kaum Intelektual yang sanggup menggelorakan suara kebenaran, suara keadilan, suara kemanusiaan, membangkitan peradaban bernegara. Para intelektual di negeri dari hari ke hari mereka menghujani pemikiran kritisnya, tapi dukun santet di negeri santet tak peduli, bahkan terus melakukan operasi santetnya tanpa takut dengan siapapun.
Rupanya, di saat kaum intelektual menunaikan panggilan peradaban, mengumandangkan fikiran kritis, sebagai jalan pembebasan negeri ini dengan menggelorakan asma Allah berkumandang gemuruh membelah negeri, tukang santet yang ampuh kehilangan daya kekebalan, iapun lari terseot-seot mencari algojo untuk berlindung.
Maka bangkitlah wahai ululalbab, wahai ululabshor, bukalah selimut kejumudanmu, sucikanlah dirimu, merdekakanlah fikiranmu, gemurukanlah nama Tuhanmu, Tukang Santet akan mati terkapar, seperti Namrud mati oleh seekor nyamuk dan Firaun mati tertelan ombak.
Ciputat, 11 April 2020
Komentar