Fadli Zon: Dua Bulan Lalu Sudah Saya Ingatkan soal Virus Corona Ini

TILIK.id, Jakarta — Anggota DPR RI dari Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan telah mengingatkan pemerintah soal wabah Covid-19 ini sejak dua bulan lalu. Fadli mengatakan itu Ahad siang (29/3/2020).

“Saya sudah peringatkan pemerintah soal corona sejak dua bulan lalu. Ini tulisan saya 2 bulan yang lalu, 29 Januari 2020 kompilasi sedang Konferensi Parlemen Negara Islam di Ougadougou, Burkina Faso, Afrika,” kata Fadli yang juga disampaikan di akun instagramnya.

Dikatakan, pemerintah perlu langkah cepat mengantisipasi masuknya coronavirus ini dengan membuat rantai komando khusus dan mitigasi bencana corona.

“Saya ingatkan pemerintah agar membuat rantai komando khusus dan mitigasi bencana corona,” tambahnya.

Pada 29 Januari lalu, Fadli sudah menyampaikan pandangannya kepada pemerintah terkait wabah virus corona yang sudah masuk ke Asia Tenggata. Dia bahkan mengeritik pemerintah yang cenderung lamban dalam menyusun kebijakan mengantisipasi penyebaran wabah virus corona.

Berikut paper Fadli Zon yang disampaikan pada 29’Januari 2020 lalu:

PEMERINTAH PERLU BENTUK RANTAI KOMANDO KHUSUS UNTUK MITIGASI ISU CORONA

Pemerintah cenderung lamban dalam menyusun kebijakan mengantisipasi penyebaran wabah virus Corona. Hingga hari ini (29 Januari 2020) misalnya, belum ada satupun kebijakan yang bersifat menentukan terkait persoalan tersebut. Padahal, sudah ada enam negara tetangga kita sudah terpapar kasus Corona, yaitu Thailand, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura dan Australia.

Kebijakan di saat “complex emergency” memerlukan kecepatan dan ketepatan termasuk koordinasi antar sektor. Selain itu, pemerintah juga belum memberikan travel warning bagi WNI yang ingin bepergian ke China. Peringatan hanya diberikan khusus bagi mereka yang hendak mengunjungi Provinsi Hubei saja, terutama kota Wuhan. Padahal, sejak pekan lalu virus Corona telah menyebar ke 30 dari 31 provinsi di Cina.

Pemerintah seharusnya lebih responsif dan sensitif mengantisipasi berbagai kemungkinan. Begitu pula di bidang keimigrasian, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan apapun untuk membatasi mobilitas warga negara China ke Indonesia.

Kasus infeksi Corona yang ditemukan di sejumlah negara ASEAN lain, juga Australia, semua merujuk pada turis asal China. Sebagai perbandingan, pemerintah Filipina, misalnya, sudah membatalkan kebijakan visa on arrival bagi turis China sebagai bentuk antisipasi masuknya virus tersebut ke negaranya.

Kita perlu menyadari, Corona ini adalah isu ’biosecurity’ yang bisa berkembang menjadi bencana biologi, sehingga penanganannya harus sangat responsif, tak bisa model ‘wait and see’ sebagaimana dilakukan Pemerintah kita sejauh ini. Meskipun Pemerintah mengklaim Indonesia siap menghadapi kasus Corona, dan sudah menunjuk sejumlah rumah sakit rujukan, namun perlu disadari kapasitas fasilitas kesehatan yang kita miliki masih sangat terbatas.

Dari sekian puluh rumah sakit rujukan, misalnya, kalau kapasitas ruang isolasinya kurang dari lima, jumlah pasien yang ditangani sangat terbatas.

Itu sebabnya, menurut saya, dalam waktu dekat setidaknya ada dua langkah yang harus segera dikerjakan Pemerintah. Pertama, Pemerintah sebaiknya segera membentuk rantai komando khusus untuk mengawasi dan memitigasi wabah global ini, mengingat ada banyak sekali kementerian atau lembaga yang pekerjaannya harus menyesuaikan diri dengan isu ini.

Dalam catatan saya setidaknya ada delapan kementerian yang terlibat atau perlu dilibatkan untuk memitigasi isu Corona, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pariwisata, dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Terkait soal perhubungan, misalnya, saya baca pembatalan penerbangan dari dan ke Wuhan ternyata baru dilakukan terhitung mulai tanggal 28 Januari 2020 kemarin. Kebijakan itupun bukan lahir dari Kementerian Perhubungan, melainkan oleh maskapai. Dan pembatalan itu terjadi sebenarnya karena ekses kebijakan isolasi yang dilakukan oleh Pemerintah Cina sendiri, bukan atas inisiatif dari otoritas berwenang di Indonesia.

Bagi saya, ini manajemen bencana yang buruk. Terkait soal kebijakan pembatalan penerbangan dari dan menuju Cina, apakah itu terbatas bagi kota-kota tertentu, atau seluruh penerbangan, mestinya isu ini menjadi kebijakan Kementerian Perhubungan, dan bukan inisiatif maskapai penerbangan atau otoritas bandara.

Begitu juga soal perdagangan, harus segera ada kebijakan yang determinatif untuk mengantisipasi kemungkinan buruk. Sebab, Cina adalah negara pemasok terbesar kebutuhan impor Indonesia dengan volume mencapai US$ 44,58 miliar sepanjang 2019 lalu, jauh di atas Jepang di urutan kedua yang nilainya ‘hanya’ US$15,59 miliar. Kita perlu mewaspadai impor pangan, buah, hortikultura, atau produk hewan dari Cina.

Hal “kedua” yang mendesak dilakukan Pemerintah Indonesia adalah segera mengevakuasi serta menjamin keselamatan warga negara kita yang sedang berada di Cina, khususnya di wilayah endemik Wuhan. Negara-negara lain, seperti Jepang, Amerika Serikat, atau Perancis, misalnya, segera memulangkan warga mereka yang sedang ada di Cina.

Kita juga membutuhkan tindakan responsif serupa. Pemerintah kita dalam hal ini harus bisa melobi pemerintah Cina agar WNI yang ada di Wuhan minimal bisa dievakuasi ke tempat lain yang lebih aman. Sepanjang usaha itu, Pemerintah juga harus bisa menjamin keselamatan dan kebutuhan mereka terpenuhi.

Jangan lupa, akibat kebijakan isolasi yang diterapkan pemerintah Cina, stok kebutuhan makanan, misalnya, pasti berkurang. Menurut data Kementerian Luar Negeri, saat ini ada 243 WNI yang berada di daerah isolasi, antara lain di kota Xianning, Guangxi, Enshi, dan Xiangyang, yang semuanya terletak di Provinsi Hubei.

Di Wuhan, ada 96 mahasiswa yang masih tinggal di asrama-asrama kampus. Nasib mereka harus jadi prioritas utama pejabat Pemerintah serta perwakilan kita di Cina dalam waktu dekat ini.

Dr. Fadli Zon, M.Sc. Anggota Komisi I DPR RI, Ketua BKSAP (Badan Kerja Sama Antar Parlemen) DPR RI

BACA JUGA :  Kedaulatan Keppres

Komentar