Oleh: M. Athallah Raihan Adam
(Mahasiswa Kedokteran UPN Veteran Jakarta)
KEPUTUSAN Presiden melalui Kepala BNPB Doni Monardo bahwa Presiden tidak akan mengeluarkan keputusan Lockdown, tentunya sangat mengejutkan banyak pihak, berarti kita memilih anti lockdown apapun situasinya.
Walaupun tidak diungkap tidak ada alasan Presiden Jokowi anti lockdown, tapi saya sebagai mahasiswa Kedokteran mencoba menelusuri kebijakkan tersebut.
Mari kita telaah kebijakan anti lockdown tersebut dalam kaca mata kebijakan kesehatan. Apakah efektif? Sejauh mana manfaat dan biayanya bagi negara dan masyarakat.
Tidak melakukan Lockdown artinya Presiden membiarkan masyarakat Indonesia yang saat ini berpenduduk 272 juta jawa tahun 2019 akan tertular COVID19 dengan sangat mudah.
Mungkin Presiden mendapat masukan yang kurang pas, dengan meniru Inggris dan Belanda. Kebijakkan di dua negara itu membiarkan populasinya terpapar dan kemudian tercipta individu yang memiliki antibodi natural (natural immunity) dalam jumlah besar sehingga transmisi penyebaran COVID19 terputus dan akhirnya membuat COVID19 tidak lagi tersebar. Istilahnya dikenal dengan Herd Immunity.
Lalu bagaimana dengan Indonesia yang angka stunting masih tinggi, Belum lagi banyak yang kelaparan, akankah mampu bertahan dari virus corona?
Sebelumnya saya akan jelaskan dulu, apa itu Herd Immunity atau Kekebalan Kawasan?
Istilah Herd Immunity pertama kali digunakan pada tahun 1923 dan diakui sebagai fenomena alami di 1930, adalah AW Hedrich menerbitkan penelitian tentang epidemiologi campak di Baltimore yaitu setelah banyak anak menjadi kebal terhadap campak, jumlah infeksi baru kemudian menurun, termasuk yang tidak tertular di antara anak-anak yang rentan tidak punya antibodi.
Walaupun pengetahuan waktu itu, mampu untuk mengurangi campak, namun kenyataanya tidak berhasil mengendalikan bahkan menghilangkan campak sampai saat ini. Saat ini pun vaksinasi massal menggunakan vaksin campak dimulai pada 1960-an belum berhasil memusnahkan campak.
Jika kita menggunakan Herd Immunity untuk corona, maka lengkap sudah, liberalisasi dalam kesehatan, bukan hanya ekonomi.
Dengan menggunakan teori survival, maka yang kuat akan kebal dan bertahan hidup, sedangkan yang lemah biarkanlah mati, istilah Adam Smith “Saudara bukan, keluarga bukan, mau mati matilah“ .
Sehingga semakin besar prosentase individu yang kebal dalam suatu komunitas, semakin kecil kemungkinan individu yang tidak kebal akan tertular. Hal ini akan membantu melindungi individu yang tidak kebal dari virus katanya, padahal pada kenyataannya untuk kasus corona orang yang sehat bisa menularkan penyakit pada yang lemah.
Oleh karena itu individu yang rentan dan tidak memiliki kekebalan alami akan menjadi korban. Seperti orang lanjut usia, anak bayi yang belum diberi vaksin apapun, individu yang kena HIV/AIDS, Limfoma, Leukemia, kanker sumsum tulang, gangguan limpa atau pasien kemoterapi dan radioterapi termasuk individu dengan kelainan sistem kekebalan tubuh. Mereka adalah yang paling terancam dari kebijakan herd immunity tersebut.
Harapan teori ini adalah, jika individu yang imun jumlah semakin banyak, maka transmisi COVID19 akan menemui jalan buntu, dan akhirnya penyebaran COVID19 terhenti. Yang ujungnya jumlah kasus baru menjadi nol, maka penyakit tersebut dapat dinyatakan punah.
Padahal kelompok yang paling terancam dari COVID19 yaitu orang-orang lanjut usia, anak-anak, individu yang kena HIV/AIDS, Limfoma, Leukemia, kanker sumsum tulang, gangguan limpa atau pasien kemoterapi dan radioterapi termasuk individu lain dengan kelainan sistem kekebalan tubuh, jumlah mereka mencapai 10-15 persen dari populasi Indonesia atau 2,7 juta-40.8 juta jiwa.
Bahkan dengan kondisi Indonsia saat ini, di mana gizi buruk, stunting dan kelaparan terjadi, maka yang tidak kabal akan bertambah banyak, bisa mencapai 135 juta orang atau 50 persen Penduduk Indonesia.
Oleh karena itu jika pemerintah menggunakan kebijaksanaan Herd Immunity, maka pemerintah seperti Thanos (tokoh antagonis yang menjadi musuh Avanger dalam gilm Endgame) maaf, akan menjadi pembunuh terbesar RAKYATNYA. Karena negara seperti sengaja membiarkan begitu saja virus corona membunuh warganya sendiri. Apakah ini yang disebut “Saya pancasila“? China saja yang gizinya lebih baik dari kita, menggunakan Lockdown, mengapa kita tidak?
Ingat tujuan negara adalah melindungi SEGENAP bangsa Indonesia dan seluruh tumpah daráh Indonesia…. Bukan melindungi SEBAGIAN bangsa Indonesia…
Komentar